Kisah Malam Kepadamu

Kota ini benar-benar senyap dalam seksinya tengah malam. Cukup lama aku tak melihat pijaran lampu di tengah malam tanpa kesemrawutan lalu lintas, malam ini aku kembali menjelajahi kota ini dengan segalah kerinduan yang ruah. Sekadar ingin penuhi janjiku untuk berkisah tentang malam kepadamu, sebisa yang kubisa, seperti kota ini yang memenuhi kerinduanku tentang malam. Dan malam ini aku kembali menjadi pencari kisah, yang akan kukisahkan padamu, kelak ketika kembali melumat bibirmu.
Jalan cenderawasi mulai lelap dari bingarnya. Aku leluasa menelanjangi isinya. Seorang bapak mengais rejeki di tempat sampah. Ada air mata. Di pertamina, sekumpulan anak muda menghabiskan malam, menatap masa depan yang kabut. Dan di dalam toko swalayan sepasang kekasih memborong makanan ringan. Di depan hotel Delta, terparkii beberapa kendaraan, aku ingat pernah menghabiskan dua malam di hotel itu, pada sebuah kegiatan kampus yang penuh kebohongan.
Motor terus bergerak, menuju Nusantara, agak sepi. Mungkin banyak PSK dan lelaki hidung belang puasa syawal. Tapi tak mengurangi kebinaran dan godaan nakal perempuan yang memarkir dirinya di pinggir jalan. Aku ingat seorang teman yang menamai jalan ini “ maaf” vagina raya dan mani cecer.
tak jauh dari kebingaran THM tersebut, para penumpang di Pelabuhan Makassar tergeletak menunggu kapal merapat dan beberapa taksi terparkir di gerbang pelabuhan, sopirnya terkantuk-kantuk, mungkin kelelahan mengejar setoran yang tak cukup.
Terus saja motor bergerak, kulihat ada seorang lelaki dengan motor Metik Mio warna biru, sedang berbincang dengan seorang perempuan seksi di Jalan Sulawesi, mungkin mereka tawar menawar harga bokingan. Motor terus melaju, entah teman yang memboncengku akan kemana membawaku. Di depan gedung kesenian, para seniman kota ini mencari ide sambil meratapi nasib gedung yang terbengkalai. “Oo kenapa tak menuju Pantai Losari saja,..aahh tidak, tempat itu teramat riuh oleh pengamen dan peminta-minta cilik,” gumamku.
Malam terus saja memamerkan keelokan dan misterinya. Di jalan yang sepi, para baliho pemimpin dan calon pemimpin daerah ini seakan-akan tidak kehilangan energi untuk terus berpura-pura simpati kepada rakyat. Di jalan Vetaran utara, para penjual sayur yang didominasi kaum tua membongkar muatannya, seorang ibu duduk termenung di pinggir jalan dengan jilbab lusuh. Entah kemana para pembalap liar yang kebablasan, malam ini tak ada, aku merindukan suara bising motornya. Toko-toko bangunan tertutup rapat, Malam bena-benar ketenangan yang dahsyat, tanpa jebakan macet dan gerah, karenanya aku suka nikmati malam di kota ini dan menyukai malam. Seorang Satpam tidur duduk di depan sebuah bank yang dijaganya, mungkin kelalaian seperti itulah sehingga ada bank di gasak perampok.
Di Jl. Auddin, lampu merah diterobos. Begitulah kesadaran akan aturan diobok-obok. Dulu aku pernah ditilang gara-gara menerobos lampu meraah. Tapi tak jerah juga.
Setelah merasa cukup berputar-putar, mencari kisah yang akan kukisahkan padamu, kekasih. Akhirnya aku kembali tiba di kamar ukuran 3x3 meter ini, yang berwarna putih dengan dua jendela yang kupasangi gorden merah. Kipas angin masih berputar kelelahan. Perutku keroncongan, tapi aku lega, sepenggal rinduku pada malam dan kota ini tertunaikan dan aku punya kisah yang akan kukisahkan padamu semampuku, sesuai janjiku.
Aku belum disapa ngantuk. Malam mulai menua, mungkin beberpa menit lagi aku akan lelap dan bermimpi tentangmu..sedang membaca tulisan ini.

Makassar, 25 Agustus 2012
Dini hari....sepi betul.

Post a Comment

4 Comments