Sukina, Gadis Itu…

Kota ini benar-benar telah sekarat dalam kemacetannya. Menguras waktu, energi dan kesabaran. Mengajak peluh lebih membanjir. Semutan kendaraan merangkak seperti siput, bunyi klakson bernyanyi duka kegirangan.
Saat ini, aku terkurung di atas pete-pete yang akan menuju jalan Vetaran Utara, sementara macet terjadi di Jl Daeng Tata. Entah berapa jam akan kuhabiskan di sini, namun kemungkinannya akan cukup lama. Tak banyak penumpang kutemani, hanya empat orang, lima orang dengan pak sopir.

Seorang gadis berpakaian putih dengan logo perawat di dadanya, ia tampak lihai menggambarkan keresahannya, dengan menoleh kiri kanan dan akan singgah pada jam tangan yang ia kenakan. Mungkin ia takut terlambat kuliah atau praktik di salah satu rumah sakit di kota ini. Aku tak berani bertanya kepadanya. Orang resah menurut pendapatku ketika ditanya sembarangan, apalagi sekadar basi-basi agar bisa kenalan, biasanya akan mengeluarkan sesuatu yang tak terduga, misalnya menghentak, memaki atau tak menanggapi pertanyaan “cuek”.
Seorang bapak juga tampak gerah, keringatnya juga membanjir, dan seorang ibu-ibu berpakain dinas asyik bermain dengan hapenya. Tapi bagiku lagu daerah yang dilantunkan Iwan Tompo rasanya cukup menyejukkan suasana panas yang menggila ini.

Dalam suasana begini, aku berusaha saja menikmati tragedi kemacetan ini. Sambil menulis tulisan ini dihapeku dan sesekali memperhatikan wajah sang perawat yang resah di hadapanku. Itu telah jadi hiburan yang cukup nyaman. Menikmati keresahan dan keringat di wajahnya. Ia tampak cantik dengan hidung yang lumayan mancung, kulit putih dan jam tangan bertengger di tangannya. Hape Mito dipegang erat, sepatu hitam berjaring, kaos kaki bergambar boneka, tas warna pink. Ingin kuperhatikan ia lebih saksama, tapi aku takut ia menoleh dan mendapati diriku memperhatikannya.

Jangan tanya namanya kawan, aku belum sempat bertanya atau membaca papan nama yang tergantung di dadanya, sekali lagi, keresahannya tak bersahabat jika aku banyak bertanya. Apalagi bapak-bapak yang duduk di dekatnya acap memperhatikanku ketika kulototi sang perawat di hadapanku saat ini.

Ternyata bukan hanya gadis perawat itu yang bisa menghiburku. Tingkah para pengguna jalan yang macet ini kadang ada terlihat sangat lucu dan mampu hadirkan senyum. Jadi kunikmati perjalan ini senyaman mungkin, walaupun macet yang hadirkan gerah dan dahaga yang sangat.

Pak sopir menyetel volume tapenya senyaring mungkin, seakan ingin mengatakan nikmatilah perjalann ini. Lagu dari Iwan Tompo beralih ke lagu band Ungu, tapi sang perawat itu masih tetap dengan wajah resahnya yang tak bersahabat. Tak ada senyum di wajahnya yang lumayan cantik, namun keresahan menyembunyikan sekian persen kecantikannya. Oooo namanya Sukina Boston, itu kutahu dari papan nama yang di pasang di dadanya.
“Aku praktik di Rumah Sakit Haji Makassar, bagian bedah,” katanya, ketika kuberanikan diri bertanya tujuannya ia akan ke mana.
Dan akhirnya kuakhri tulisan ini karena berbincang beberapa kata dengannya…..

Makassar, 10 Oktober 2011
Di atas pete-pete

Post a Comment

0 Comments