tag:blogger.com,1999:blog-36794553186691026192024-02-21T14:33:43.654+08:00Ipass Blog'sNirwana kecil yang berdiri di atas tiga pilar (kekeluargaan, persaudaraan, dan kebersamaan)Ian Konjohttp://www.blogger.com/profile/11207870479116485915noreply@blogger.comBlogger60125tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-71221524449641670442014-11-06T23:33:00.002+08:002014-11-06T23:55:54.341+08:00Prosa Penyambutan Presiden<i><b>Karya: <a href="https://www.facebook.com/profile.php?id=100002450670387&fref=nf" rel="nofollow" target="_blank">Idha Massiri</a></b></i> <br />
<br />
Wahai Presiden,<br />
Selamat Datang di Kota Daeng<br />
Sejenak, ajaklah kami bercengkrama<br />
Atau bila segan, izinkan kami yang mengajak
Ayolah...<br />
Duduklah tepat di hadapan kami<br />
Kami punya banyak cerita yang mungkin belum sempat disampaikan oleh penyair, atau belum sempat dibuat film oleh sutradara, atau belum sempat ditulis oleh jurnalis<br />
Ah...<br />
Sepertinya ruang telah tertutup buat pemuda lusuh, dekil, slengean, dan berantakan kaya' kami<br />
Arak-arakan mobil plat merah<br />
Iringan serene tajam memekak telinga<br />
Kawalan aparat berseragam, lengkap dengan mobil baja, pentungan, laras, senjata berbagai ukuran<br />
Jadi atribut wajib pada penyambutanmu<br />
Kejadianmu hanya mengharap itu?<br />
Dangkal<br />
<br />
Presiden,<br />
Restulah dengan cara kami menyambutmu<br />
Sebab banyak waktu kami habiskan, sekedar untuk merangkai kata yang pas kami ucapkan saat bertemu<br />
Meski tak punya seragam lengkap<br />
Meski tak punya tameng<br />
Meski tak punya laras juga senjata<br />
Meski tak punya mobil baja<br />
Restulah...<br />
Karena telah kami sajikan suguhan yang lebih meriah dibanyak titik<br />
Lalu akan menghiburmu meski dengan suara serak dan parau<br />
Megaphone+mobil box adalah modal kecil yang selalu kami gunakan dalam perayaan penyambutan<br />
<br />
Presiden,<br />
Dengarkan kami,<br />
Kami anak kandung Ibu Pertiwi<br />
Rindu bercengkrama dengan Ayah Negara<br />
Bila tak sempat mampir,<br />
Cukup berlalu di hadapan kami<br />
Biar tercium aroma peluh tubuh<br />
yang disetiap butir tetesnya mengandung semangat perjuangan.<br />
Atas nama satu kata, "Rakyat"<br />
<br />
<br />
<i>#Masih Berpeluh</i><br />
<i>Alauddin dan Sekitarnya,61114:16.00</i><br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPLKNciv-R6QuSvJnZ2_QYUuOPP2SMKUkiV24j9uLBa1Gx75nHiaDmjj6PvrileITjSvZWbhL47r0_fGloq5LXtzIVk54X-htponW-gKPXZS9C6bNLIzU4wUaSkL6EJXsYDcUPKUcml8k/s1600/Idha.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPLKNciv-R6QuSvJnZ2_QYUuOPP2SMKUkiV24j9uLBa1Gx75nHiaDmjj6PvrileITjSvZWbhL47r0_fGloq5LXtzIVk54X-htponW-gKPXZS9C6bNLIzU4wUaSkL6EJXsYDcUPKUcml8k/s320/Idha.jpg" height="400" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i><b><a href="https://www.facebook.com/profile.php?id=100002450670387&fref=nf" rel="nofollow" target="_blank">Idha Massiri</a></b></i></td></tr>
</tbody></table>
Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-48941812475210751082014-09-03T12:51:00.000+08:002014-09-03T12:51:41.942+08:00Teater dan Pluralisme<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: inherit;">Dibandingkan dengan media lainnya, teater lebih bersifat multi-dimensi dan karenanya pendekatan teater bersifat holistik. Ada unsur tekstual (unsur cerita, dialog), unsur lakon, unsur pemeran, unsur musik dan artistik.</span></div>
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Unsur yang majemuk ini membuat teater lebih mungkin menyerap berbagai unsur dan keragaman budaya sebanyak-banyaknya. Teater dan pluralisme karenanya bukan hal yang asing. Pertama, dari aspek unsur-unsur teater, dan kedua dari aspek keragaman media dalam teater. Singkatnya, pada dirinya teater itu sendiri terdiri dari pluralitas media dan komunikasi.
</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Teater pada dirinya terdiri dari berbagai media. Musik, cerita, lakon, kostum, tata-ruang, adalah media dalam teater.
</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Pluralitas media ini memungkinkan teater menyerap keragaman dan perbedaan budaya. Unsur musik bisa digali dari berbagai kekayaan musik etnis, baik instrumen maupun melodinya. Unsur cerita dapat digali dari persoalan-persoalan setempat, mitologi, legenda dan cerita rakyat. Unsur tata-ruang dan busana dapat digali dari seni arsitektur, dekorasi dan busana setempat. Lalu bentuk teater itu sendiri dapat berupa atau mengadaptasi teater rakyat yang beragam (ketoprak, opera Batak, lenong, ludruk, dan lain-lain).
</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Meski demikian, pluralisme pada dasarnya sebuah praksis hidup karena merupakan suatu pencapaian. Sebagai praksis hidup, pluralisme dalam teater perlu diupayakan. Ia harus menyentuh dua aspek penting media: (1) konten teater dan (2) pengelolaan.
</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Pada media cetak, konten meliputi berita, foto berita, fitur, profil, wawancara, opini, dan iklan-iklan. Dan yang juga penting disimak adalah pencitraan melalui kata-kata dan deskripsi. Konten teater harus mendukung pluralisme termasuk bebas bias jender dan kekerasan, meliputi kata-kata, ekspresi tubuh, musik, dekorasi panggung dan cerita itu sendiri. Sedangkan pengorganisasian meliputi pengelolaan teater sebagai organisme hidup. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan teater agar mendukung pluralisme adalah berkeadilan jender dan non-diskriminasi.
</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Pengambilan keputusan tidak dimonopoli oleh laki-laki dan mengupayakan kepemimpinan bersama (collective leadership) dan praksis bersama (shared praxis)
</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Berdasarkan alasan collective leadership, team work dan shared praxis tersebut, maka pengelolaan teater mensyaratkan adanya interaksi di antara kepelbagaian dan perbedaan. Pluralisme adalah suatu pencapaian karena itu perlu dibangun mekanisme dan perilaku yang mendukung. Interaksi mengandaikan partisipasi aktif semua pihak. Ada dua hal dalam pengelolaan teater terkait dengan relasi-
relasi manusia yang bersifat pengembangan partisipasi:
</span><br />
<br />
<ul>
<li><span style="font-family: inherit;">Seluruh anggota teater belajar mengembangkan relasi-relasi dengan sesama anggota. Misalnya, belajar menerima kelemahan dan keunggulan orang lain, belajar toleransi atas perbedaan-perbedaan, belajar menerima kritik, belajar mengembangkan empati dan solidaritas;</span></li>
<li><span style="font-family: inherit;">Pengorganisasian. Pengorganisasian di sini adalah belajar bersama dan bekerjasama. Meningkatnya interaksi diharapkan dapat mendorong anggota untuk lebih menghargai pendapat orang lain dan mengalahkan kepentingan pribadi untuk mencapai tujuan bersama.</span></li>
</ul>
<br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<b><span style="font-family: inherit;">Karena itu, Apa Saja Manfaat Teater bagi Komunitas?</span></b><br />
<span style="font-family: inherit;">Aspek-aspek kehidupan komunitas yang diberdayakan sekurangnya meliputi:</span><br />
<br />
<ol>
<li><span style="font-family: inherit;"><b><i>Tekstual-konseptual</i></b>. Bagaimana menggali kekayaan budaya (musik, legenda/mitologi/cerita rakyat, dekorasi, dll.) untuk memperkaya dan memperkuat pementasan? Atau, jika cerita bertolak dari Kitab Suci, maka bagaimana menghidupkan teks-teksnya untuk masa kini?</span></li>
<li><span style="font-family: inherit;"><b><i>Seni peran</i></b> yang meliputi artikulasi fisik (tubuh), rasa, suara, dan imajinasi. Anggota teater berlatih menemukan dan mengenali fisiknya (tubuh), menemukan lapisan-lapisan perasaan dan kesadaran, mengartikulasikan ucapan/suara, mengembangkan imajinasi dan berlakon.</span></li>
<li><span style="font-family: inherit;"><b><i>Meningkatkan kepekaan tubuh</i></b> melalui olah tubuh, olah rasa, dan olah suara.</span></li>
<li><span style="font-family: inherit;"><b><i>Analisa sosial bersama</i></b>. Belajar menemukan, memahami dan memetakan persoalan-persoalan hidup pribadi, kolektif maupun masalah sosial yang lebih luas.</span></li>
<li><span style="font-family: inherit;"><b><i>Dalam konteks relasi-relasi sosial komunitas</i></b>, teater mendorong anggota-anggotanya untuk mengembangkan interaksi, partisipasi dalam keberagaman dan perbedaan anggota-anggota teater. Teater juga menyediakan kesempatan untuk belajar pengorganisasian diri (self-organizing) bagi komunitas serta belajar bekerjasama mencapai tujuan bersama. Pengembangan relasi sosial yang menekankan pada interaksi, partisipasi, serta kerjasama dan kerja bersama untuk mencapai tujuan bersama juga menempatkan pementasan teater sebagai sebuah proses ketimbang hasil akhir.</span></li>
<li><span style="font-family: inherit;"><b><i>Mencipta media</i></b>. Teater komunitas pertama-tama adalah media rakyat dari, oleh dan untuk komunitas. Penciptaan teater sebagai media komunitas membuka akses rakyat untuk ikut terlibat aktif dalam proses bermedia dan menjadi subyek media dan bukan semata obyek.</span></li>
</ol>
<br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<i><span style="font-family: inherit;"><br /></span></i>
<i><span style="font-family: inherit;">Sumber:</span></i><br />
<span style="font-family: inherit;">MODUL PELATIHAN TEATER UNTUK PENGUATAN KAPASITAS </span><br />
<span style="font-family: inherit;"><i>Sebuah Panduan untuk Fasilitator </i></span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Penulis: Thompson Hs dan Rainy MP Hutabarat</span><br />
<span style="font-family: inherit;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit;">Penerbit: </span><br />
<span style="font-family: inherit;">YAKOMA-PGI Alamat: Jalan Cempaka Putih Timur XI/26 Jakarta 10510</span>Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-16927916767219497402014-06-21T08:31:00.004+08:002014-06-21T08:32:01.598+08:00LanaSepuluh atau lima belas menit yang lalu aku sampai di rumah. Cekaman sepi menyambut manja. Setelah menyalakan lampu di ruang tamu. Aku langsung masuk kamar. Jendela sedari pagi terbuka. Aku ingin menutupnya, biar nyamuk tak menyusup masuk dan mencuri darahku ketika aku lelap.
Hari ini aku tak membawa Lana, kubiarkan saja ia tergantung di belakang pintu. Ia butuh istirahat. Punggungku juga butuh istirahat menggendongnya. Dua hari ini punggungku sakit hingga tembus ke tulang belakangku. Barangkali karena Lana terlalu berat. Di perutnya kadang aku mengisinya dengan Notebook, buku, pakaian hingga alat mandi. Untung saja Lana kuat menanggung beban itu, meski aku selalu saja khawatir talinya akan putus di tengah jalan karena terlalu berat.
Ooo akan kuceritakan siapa Lana. Ia adalah ranselku. Tapi akan kurahasiakan mereknya. Lana teman setia yang tak pernah bosan temaniku jelajahi Makassar, meski gerah, meski hujan. Kakakku kadang menganggap Lana adalah lemari berjalan. Disesaki barang-barang. Tapi Lana tak pernah mengeluh, ia menerima segala yang bisa muat di perutnya, termasuk beras dan pisang jika aku dari kampungku, Bulukumba.
Aku suka memberi nama barang-barang yang kumiliki, bahkan tempat tinggalku pun tak lepas dari pemberian nama. Ketika kos dulu, nama kamarku adalah kamar sunyi dan rumah yang kutinggali sekarang kunamai rumah kekasih, tempat segala rindu dan kenangan tumbuh. Dan ranselku kunamai Lana, ia serupa kekasih yang menyimpan segala ceritaku, sebab di perutnya ada buku diari, yang tak pernah luput kutulisi segala kisah, jika Lana bisa membacanya, tentu saja ia akan tahu semua rahasiaku.
Lana mempunyai banyak arti, jika diartikan dari bahasa Yunani, berarti cahaya. Tapi aku lebih cinta bahasa Indonesia ketimbang bahasa asing, maka aku artikan saja Lana dari bahasa Indonesia yang artinya lembut. Sifat sebuah ransel itu lembut, ia tak pernah marah meski diabaikan sekalipun. Tak pernah membenci meski dimaki karena tak lagi muat barang-barang di perutnya.
Lana, masih tergantung lesu di belakang pintu kamarku. Ketika aku menulis kisah ini. Beberapa ekor nyamuk kulihat terbang lalu sembunyi di tubuhnya. Nyamuk rupanya berhasil menyusup lewat jendela yang telat kututup. Kubiarkan saja nyamuk tersebut bertengger di tubuh Lana, hingga aku tak diusiknya ketika nonton pagelaran Piala Dunia sebentar atau ketika aku sedang lelap.
Kini sepi benar-benar kental. Aku menatap Lana. Ia telah tiga tahun temaniku. Betapa setianya, warna hitamnya telah memudar, tapi ia masih betah menawarkan jasanya dengan segala kelembutannya yang eksotis-sesuai namanya.
<i> Rumah kekasih, 6/17/2014</i>
Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-82264419207540928302014-05-09T21:17:00.000+08:002014-05-09T21:31:10.850+08:00Cerpen: Parakang<i>Penulis: Irhyl R. Makkatutu</i>
<br />
<br />
<i>Parakang</i>...<i>parakang</i>...<i>parakang...”</i><br />
Kami berlari terbirit-birit. Sesampai di rumah kami mengetuk pintu rumah
bertubi-tubi. Ayah bangun tergesa. Jalannya gontai. Kami masuk rumah. Kulirik
jarum jam, menunjuk angka 11 tepat. Malam telah cukup larut untuk ukuran
kampungku. Jika malam telah larut tak ada lagi orang yang berkeliaran. Kecuali
yang pulang nonton TV di rumah H. Jamal pemilik TV 14 inci satu-satunya di
kampung kami. Jika ingin menonton harus membayar pembeli bensin. PLN belum
masuk ke kampung.<br />
<br />
Istilah parakang menjadi lelucon kami jika pulang nonton tengah malam. Jika ada
yang mengatakan ada parakang atau mendengar suara aneh. Kami akan berlomba
berlari sambil tertawa. Meski saat itu wajah kami pasti pucat. Aku tiga
bersaudara, lelaki semua. Hampir seumuran. Kami suka pergi nonton di
rumah H. Jamal. <br />
<i>“Parakang</i> itu hanya mitos,
Ayah sendiri belum pernah melihatnya, jangan percaya,” kata Ayah menenangkan
kami<br />
“Kata orang, puang Hasming itu <i>parakang</i>,”
kataku.
<br />
“Itu tidak benar,” kata ayah.<br />
<br />
Puang Hasming adalah perempuan tua di kampung kami. Tapi ia masih kuat ke kebun
mengambil kayu bakar dan menebang pisang. Namanya Hasmin. Tapi warga, termasuk
aku sulit berhentin di huruf konsonan N harus ditambah konsonan G, jadinya
Hasming. Paung Hasming juga tak pernah protes jika namanya ditambah huruf G.
Mungkin beliau mengira namanya telah betul.<br />
<br />
Konon, orang bisa jadi <i>parakang</i> karena membaca mantera yang salah
atau tertukar. Ada juga yang berpendapat karena faktor genetik - turun temurun.
Parakang adalah manusia jadi-jadian, bisa berubah wujud. Tapi aku sama seperti
ayah, tak sekalipun melihat <i>parakan</i>g.<br />
<br />
Kedua saudaraku juga tidak pernah melihat. Namun aku selalu tertarik jika ada
yang bercerita perihal parakang. Rasanya mistik dan misteri. Aku
sering berkhayal di rumah kami yang berdinding papan dan berlubang-lubang ada
parakang mengintip. Matanya besar dan mulutnya mengeluarkan lendir. Mengerikan. Karenanya aku
tak pernah berani tidur sendiri. Kedua saudaraku pun demikian. Jadilah kami satu tempat tidur tiap malam. Hal itu pula yang membuat
kami akrab satu sama lain.<br />
<br />
Puang Hasming
memiliki anak. Namanya Haderia, seumuran aku. Tapi aku tak berani bermain
bersamanya. Aku takut jadi santapannya. Ibunya dikenal sebagai parakang
yang ganas di kampungku. Parakang suka memakan orang, khususnya bayi. Jika ada
orang sakit warga akan datang berbondong-bondong ke rumah si sakit. Begadang
hingga pagi. Berjaga-jaga agar tidak ada parakang yang datang memakan si sakit.<br />
<br />
Suatu malam di malam Jumat.
Kakakku sakit perut. Merontah-rontah, merintih tak tertahankan. Ia muntah di
tempat tidur. Aku yang tidur di sampingnya terbangun kaget. Muntahnya hitam pekat dan
bau. Sejak malam itu, suara-suara aneh di sekitar rumah bermunculan. Lolongan
anjing bersahutan. Pohon cengkeh di depan rumah bergemeretak, padahal angin tak
sedang bertiup kencang. Kadang terdengar ada orang yang naik ke tangga lalu
mengetuk pintu. Tapi setelah dibuka, tak ada sesiapa. Di belakang rumah lebih
gila lagi, suara seperti menyeret ranting-ranting bambu terdengar mengerikan.<br />
<br />
Bau asing tiba-tiba memenuhi rumah panggung kami bercampur bau kemenyan. Bau
obat dokter bercampur bau obat tradisional. Air yang sudah dituangi mantera
bergelas-gelas di dekat kakak pertamaku itu. Mukanya pucat.<br />
“Selama sakit, ia belum pernah kentut? Tanya puang Rakka, sanro terkenal di
kampungku.<br />
“Belum pernah,” jawab ibuku dengan suara sedih yang ditekan.<br />
Puang Rakka menarik napas. Ia percaya jika ada orang sakit perut
dan kentut berarti sakit perutnya bisa sembuh. Aku tak tahu itu teori dari
mana. Apakah memang betul, kentut bisa menyembuhkan sakit perut?<br />
<br />
Orang berbondong-bondong
datang menjenguk kakakku. Bahkan ketika di rawat di RSUD Bulukumba pun demikian.
Koridor rumah sakit penuh. Satpam RS tak berani mengusir karena saking
banyaknya orang yang datang menjenguk. Tak sedikit yang bermalam dan tidur di koridor rumah sakit beralaskan
koran bekas.<br />
<br />
Puang Hasming dan Haderia juga
pernah sekali datang menjenguk. Hanya sebentar mungkin merasa tak enak
telah jadi tertuduh memakan kakakku. Semua orang tahu, kalau puang Hasming
sekeluarga adalah parakang, meski belum ada yang mampu membuktikannya.<br />
<br />
Hanya
empat hari kakak sulungku itu mengerang sakit perut. Ia akhirnya
menemui ajalnya. Kematian telah menyembuhkannya dari sakit. Isak tangis
keluarga pecah. Wajah-wajah duka terlihat memilukan. Ayah lebih banyak diam,
namun ia tak menangis hanya murung tak tahu berbuat apa. Buah hati yang
menyempurnakannya sebagai laki-laki sekaligus ayah telah berjalan menuju
kehidupan sesungguhnya, kehidupan tanpa rekayasa, tanpa kemunafikan dan
kebohongan. Sementara ibu, beberapa kali pingsan dan terbujur kaki di samping mayat
kakakku.<br />
<br />
Keluarga besarku tak kuasa menahan sedihnya.
Bahkan ada beberapa orang yang nekat akan menyerang dan membakar rumah puang
Hasming yang diduga menyebabkan kakakku meninggal.<br />
“Jumran telah dimakan parakang hingga meninggal, isi perutnya kosong,” opini
sepupuku itu kudengar samar.<br />
“Iya saya juga duga begitu,” sahut warga yang
berkerumun di depan rumah.<br />
<center>
*******</center>
<br />
Umurku saat kejadian itu baru menginjak tiga belas tahun. Aku belum mengerti
sepenuhnya arti kehilangan. Hanya yang kutahu, sejak saat itu kami tak pernah
lagi pergi menonton di rumah H. Jamal. Tak
ada lagi kejar-kejaran sepulang nonton sambil berteriak “<i>parakang</i>”. Tak ada
lagi ritual tidur bertiga. Tak ada.<br />
<br />
Aku dan Haderia tumbuh bersama, menuju kedewasaan. Tapi aku takut berdekatan dengannya.
Gelar parakang ibunya masih membayang, jika benar parakang turun temurun, maka
Haderia juga adalah parakang. Mata rantai itu tak akan terputus. Puang Hasming
telah lama meninggal. Namun warga belum sepenuhnya berani keluar malam seorang
diri dan jika ada yang sakit, warga masih berbondong berjaga-jaga. Suara aneh masih sering
terdengar di sekitar rumah si sakit.<br />
<br />
Haderia tumbuh jadi gadis cantik memukau. Banyak pemuda sering berkunjung ke rumahnya, berharap
cintanya. Aku tak sekalipun ke rumahnya. Aku memilih lebih banyak tertunduk jika
lewat di depan rumahnya. Bukan lagi karena takut Haderia adalah keturunan
parakang. Tapi aku takut menatap matanya. Itu saja.###<br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnRuD02TeozN4fvusfgYnJwNhYz8qP90Z6ZN4O_tmlS5ppRHyHe6COkJuXSyutLyUZ8DdJhFpmfbTBOALOBY7bShgXuqauxwRUfjrMkmTDXux5SlHdX515Y06ZWWKnWl5Pfg9KZfoYPVA/s1600/20140419_105202.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnRuD02TeozN4fvusfgYnJwNhYz8qP90Z6ZN4O_tmlS5ppRHyHe6COkJuXSyutLyUZ8DdJhFpmfbTBOALOBY7bShgXuqauxwRUfjrMkmTDXux5SlHdX515Y06ZWWKnWl5Pfg9KZfoYPVA/s1600/20140419_105202.jpg" height="320" width="240" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Irhyl R Makkatutu</i></td></tr>
</tbody></table>
Unknownnoreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-18707112472145260292013-03-13T12:00:00.001+08:002013-03-13T12:00:20.441+08:00CINTA PENGHUJUNG WAKTU: Oleh Mariana Ulfa Prahara
cukup kau tahu sekarang bahwa aku mencintaimu meski kau tak bisa melihat itu dengan hatimu…aku mencintaimu meski kau telah menikam aku dengan belati cintamu…
******
Nora dan Kris adalah sepasang suami istri yang telah menjalani hubungan pacaran selama empat tahun lamanya. Di tahun ke kelima akhirnya mereka memutuskan untuk menikah dan menjalani bahtera rumah tangga sebagaimana pasangan lainnya. Di bulan pertama kisah cinta ini begitu manis. Di bulan kedua, ketiga dan seterusnya rumah tangga Nora dan Kris sudah mulai diguncang prahara. Apalagi setelah kepergian Nora meninggalkan rumah dan juga suaminya Kris, membuat suasana makin tegang. Puncaknya kemudian ketika Nora tak mengetahui bahwa dirinya kini sedang mengandung janin dari hasil pernikahannya bersama Kris. Ia bahkan di tuduh yang tidak-tidak oleh suaminya dan membuat hati Nora semakin panas.
Ini sudah menginjak bulan kelima, perut Nora pun semakin membesar. Namun, sampai saat ini juga Kris tak pernah datang untuk menjemputnya, bahkan sekedar untuk menengoknya pun tidak. Masuk bulan keenam barulah Kris datang untuk melihat bagaimana kondisi Nora yang semakin menyedihkan menjalani hari-hari dengan perut membuncit tanpa seorang suami di sampingnya. Terkadang rasa rindu untuk bersama Kris selalu hadir namun seiring itu pula hati Nora panas dan sakit ketika mengingat perlakuan dan sikap suaminya terhadap dirinya. Cinta di hati Nora dengan sekejap lenyap tanpa meninggalkan jejak. Apa lagi pertengkaran yang acap kali mewarnai lewat telepon membuat Nora memikul beban yang begitu beratnya sampai-sampai Nora nyaris kehilangan bayi yang ada dalam kandungannya.
“Kau tak akan pernah mengerti bagaimana aku dan setiap sakit yang kau goreskan adalah satu kekuatan untuk aku dan juga bayiku bertahan bersama. Yang kau tahu hanyalah bagaimana melukis setiap kisah berdarah dalam memorimu dan menggantungkannya pada dinding sejarahmu”. Gumam Nora memiris
***
Waktu yang dinanti-nantikan oleh Nora dan juga orang tuanya akhirnya datang juga, tepat pukul 05: 10 wita, Nora melahirkan putra pertamanya dengan selamat di rumah. Hal ini membuat keluarga Nora merasa sangat bahagia apalagi Nora yang kini sudah menjadi seorang ibu. Rasanya masih tak percaya dirinya kini memiliki seorang anak.
Sebelum persalinannya di rumah, Nora sempat dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya. Namun ,tiba di rumah sakit ia diperiksa oleh bidangdan katanya ini masih dalam pembukaan dua kemungkinan untuk melahirkan masih lama rentang waktunya bisa sampai besok. Bidan memberikan penjelasan akan kondisi Nora yang mau melahirkan, disarankan untuk kembali saja dulu ke rumah karena melihat kondisi pasien agak tertekan dengan suasana di rumah sakit. Keluarga Nora mempertimbangkan hal tersebut dan juga memperhatikan wajah Nora yang memang agak stress dengan keadaan yang ada di sekitarnya. Akhirnya orang tua Nora memutuskan untuk membawa Nora kembali kerumah dengan meminta dulu persetujuan dari Nora dan ia pun menyetujuinya.
Kembalilah Nora dan keluarganya ke rumahnya. Tante Nora yang bernama Rosma merasa sangat sedih melihat keadaan Nora. Rosma tahu betul kalau Nora menahan rasa sakit yang amat dahsyat namun Nora tak pernah mengeluh akan rasa sakit itu karena ia tak ingin membuat orang tua dan keluargax panik. Air ketubang Nora sudah pecah rasa sakit kini semakin mengguncannya, perjuangannya selama 7 jam kini sudah selesai. Malaikat kecil Nora akhirx melihat dunia. Kelahiran malaikat kecil itu membawa kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan oleh Nora. Semua masalah dan rasa sakit yang dirasakan Nora sekejab hilang ketika melihat wajah polos malaikat kecilnya yang selalu memberi kedamaian di hatinya.
Mengasuh anak menjadi hal yang harus di pelajari Nora. Namun berbekal dukungan orang tua dan rasa cinta mereka, apapun selalu ada solusinya dan mereka bisa melewati masa sulit tersebut. Beberapa bulan berlalu hingga malaikat kecil Nora sudah mulai rewel. Mengasuh satu anak hingga sebesar ini rupanya membuat Nora merindukan suaminya Kris.
*****
Malam dengan suasana yang begitu dingin Nora merangkul anaknya, didekatnya ada ayah dan ibunya Nora yang selalu setia mendampingi Nora.
“ Ayah-ibu, ada hal yang ingin kusampaikan pada kalian mengenai aku dan mas Kris”
“Bicaralah anakku, kami berdua sudah lama menunggu momen untuk kamu bicara soal ini”
“Bu… aku sudah bicara dengan mas Kris mengenai rumah tangga kami, aku berpikir selama ini mungkin aku dan mas Kris memang harus mengakhiri hubungan kami. Tetapi, sejak kelahiran anakku Nathan, aku berpikir lagi bahwa aku akan memberikan kesempatan kedua pada mas Kris untuk memperbaiki rumah tangga kami, ini juga demi kebaikan anakku Nathan. Aku tak ingin anakku menderita hanya karena keegoisan kami berdua, aku juga ingin anakku bisa merasakan kasih sayang seorang ayah seperti anak-anak yang lainnya”
“ Apa kau sudah yakin dengan semua ini nak..”
“Iya bu…aku sedah memikirkan ini dengan matang”
“Jika itu sudah menjadi keputusan kamu, sebagai orang tua kami hanya mendukung apa yang menjadi keputusanmu dan yang terbaik menurutmu”
“Namun, aku mengajukan syarat kepada mas Kris untuk kembali kepadaku, syarat yang pernah di katakan waktu itu”
“Iya sayang…”
“Makasih ya ayah-ibu untuk semua hal yang telah kalian lakukan untukku, aku tidak akan bisa sekuat dan setegar ini jika bukan semangat dan dorongan dari ayah dan ibu, yang tak mengenal kata lelah untuk menyayangi dan mencintaiku”
“kau adalah permata dalam hati kami sayang yang akan kami jaga dan lindungi selalu”.
Suara tangisan Nathan membuat suasana haru menjadi buyar seketika. Dengan perlahan Nora menggendong anaknya dan menenangkan dalam pelukannya .
*****
Setahun sudah berlalu, tak terasa Nathan sudah sebesar ini. Melihat Nathan yang sudah semakin pintar dengan berbagai macam tingkahnya yang menggemaskan membuat suami Nora ingin memiliki anak lagi. Namun, Nora agak menolak dengan alasan masih ingin mengecek kedokter perihal kondisinya. Setelah semalam suntuk Nora tak bisa tidur karena sakit kepala kembali menyerang Nora. Namun Nora tak ingin mengatakan itu pada mas Kris.
kondisi ini beberapa kali terjadi hingga setengah tahun lamanya. Membuat mas Kris sedikit berpaling dari Nora. Apalagi di sekolah tempat mas Kris mengajar, ada seorang stap baru yang membuat mas Kris merasa nyaman bersama wanita itu. Namanya Viky. Sedikit demi sedikit Viky mulai menguasai pikiran dan hidup mas Kris. Membuatnya jarang pulang tepat waktu dan membuat Nora heran.
"Kok sering pulang telat, Mas?" tanya Nora.
"Lembur.." mas Kris menjawab pendek sambil mengganti pakaiannya. Ia sebenarnya masih mencintai Nora, namun di sisi lain ia makin dekat dengan Viky. Ia merasa hubungannya dengan Nora hambar serta membosankan akhir-akhir ini. Kali ini bukan karena Nora menolak punya anak lagi, namun kesibukan Nora dan mas Kris membuat pria ini merasa jarak mereka makin jauh dan Nora seolah tak melihat hal itu sama sekali.
Kehidupan pernikahan Nora dan mas Kris makin menjemukan. Nora makin bekerja keras dalam karirnya sehingga fokusnya seringkali hanya pada anak dan karir. Nora memang lebih pendiam kalau sudah pulang kerumah apalagi kalau sudah mengahbiskan waktunya bersama anaknya Nathan, tapi Herman pikir mungkin hal ini disebabkan oleh keperluan anak mereka yang makin banyak. beberapakali hubungan Nora dan mas Kris menegang oleh pertengkaran-pertengkaran kecil. Mas Kris sering pulang malam dan Nora mulai curiga dengan apa yang dilakukan oleh suaminya di luar rumah.
"Aku kerja. Aku kan juga nggak pernah protes ketika kamu pulang malam, Nor," kata mas Kris dengan nada tinggi.
"Kamu berubah, Mas. ngajar juga nggak mungkin pulang malam terus kan?" Nora membalas.
Mas Kris mendengus sebal dan menyahut, "Kamu tanya saja sendiri pada dirimu, kenapa aku jadi nggak betah. Kamu terlalu sibuk dengan karirmu, aku juga bisa kalau begini caranya." Ia sebenarnya sakit mengucapkan hal ini pada Nora. Namun emosinya sudah lama tertahan dan kali ini ia merasa muak pada omelan istrinya Nora.
Viky juga mulai berani mempengaruhi mas Kris untuk menceraikan istrinya. Awalnya mas Kris ragu, namun makin sering mas Kris dan Nora bertengkar di belakang anaknya. Hal ini mulai membuat mas Kris merasa tidak nyaman. Mas Kris pun mulai menyampaikan keinginannya untuk bercerai. Tentu saja hal ini membuat hati Nora hancur setengah mati. Nora menolak perceraian itu karena tidak ingin anaknya Nathan merasakan keluarga yang hancur retak. Nora tak ingin anaknya Nathan diolok-olok oleh temannya karena kesalahan orang tuanya. Namun mas Kris makin menghancurkan hati Nora karena menyodorkan surat pengajuan cerai beberapa hari setelah ia menyampaikan keinginannya itu. Semalaman Nora memandangi surat cerai terhampar di meja kerjanya, sementara mas Kris tidur dengan tidak nyenyak di ranjangnya. Keesokan paginya, Nora menyerahkan surat itu pada mas Kris dengan mata sembab karena sesekali menangis dan belum tidur semalaman. "Aku akan menandatanganinya setelah tiga bulan dari sekarang. Dalam waktu tiga bulan itu, aku ingin Mas selalu menggendong aku dari ranjang ke meja makan untuk sarapan setiap pagi. Juga dari ruang keluarga ke kamar tidur setiap malam," ujar Nora dengan suara setengah serak seperti orang yang semalaman belum tidur. Mas Kris merasa agak aneh dengan permintaan istrinya Nora, namun ia tetap menyanggupi permintaan itu. Ia pikir istrinya hanya ingin mengulur waktu cerai dan membuat mas Kris kembali. Mendengar kabar rencana perceraian Nora dan mas Kris itu, Viky sedikit menertawai ulah Nora.
"Ada-ada saja. Setelah kondisi sudah seperti ini, baru istrimu merajuk untuk bisa kembali."
Begitulah, sesuai janjinya, mas Kris selalu menggendong Nora setiap pagi dan malam. Mas Kris bisa merasakan Nora lebih bersandar padanya, namun di sisi lain mas Kris berpikir bahwa Nora mungkin juga sedang menikmati momen-momen akhir bersamanya. Sebentar lagi mas Kris tetap akan menceraikannya dan membawa Viky dalam kehidupan barunya.
Pemandangan romantis antara Nora dan mas Kris membuat anaknya Nathan kadang bersorak pada kedua orang tuanya itu. Hal ini membuat mas Kris sedikit berbesar hati. Namun, mas Kris meneguhkan dirinya agar tak mudah termakan suasana, Sementara Nora hanya tersenyum penuh makna sambil bergelayut di leher suaminya ketika digendong.
Diam-diam, mas Kris merasa istrinya Nora makin kurus dari hari ke hari. Setiap gendongannya terasa makin ringan. Mas Kris memandangi wajah istrinya sesekali ketika menggendongnya sembari mengecup keningnya. Nora nampak lelah belakangan ini, kantung matanya sering kelihatan membesar dan ia sering menyandarkan kepalanya ke dada mas Kris. Hal ini membuat mas Kris mulai ragu dengan keputusannya bercerai, ada kehangatan merasuk di dadanya setiap kali menggendong istrinya Nora.
Tanpa terasa, mas Kris mulai merasakan cinta kembali bersemi pada hubungannya dengan Nora. Mas Kris merasa istrinya makin cantik dari hari ke hari, hingga hari-hari penandatanganan surat cerai itu makin dekat. Saat mas Kris hendak menggendong Nora di pagi hari terakhir dari tiga bulan perjanjian itu, Nora menahan tangan mas Kris.
"Kan hari ini sudah genap waktunya, Kamu nggak perlu gendong aku lagi, Mas."
Mas Kris tersenyum saja dan membawa Nora ke meja makan. Ia menyajikan sarapan lalu mengecup kening Nora, "Sarapan aja, Nora. Selamat pagi." Begitulah Nora dan mas Kris menghabiskan sarapan mereka dengan lebih hangat dan mesra. Namun di akhir sesi sarapan, Nora memberikan surat cerai yang sudah ditandatangani dan dibungkus amplop.
"Ini, Mas. Terima kasih selama ini sudah mencintaiku," ujarnya sambil menitikkan air mata. Mas Kris terpana, namun surat itu diterimanya. Sebelum berangkat ke sekolah, mas Kris memeluk Nora.
Di sekolah, mas Kris mengatakan pada Viky bahwa ia mengurungkan niatnya bercerai. Tentu saja wanita itu begitu kesal mendengar ucapan yang keluar dari mulut mas Kris dan menampar wajah mas Kris keras-keras. Ia tahu dengan konsekwensi ini, ia siap menerimanya karena sejauh ini ia dan Viky belum sampai berhubungan badan. Ia bersyukur masih bisa mengendalikan dirinya selama ini dari berzina.
Sekarang yang ada di benak mas Kris adalah Nora. Mas Kris masih ingat dengan bulir air mata Nora yang hangat jatuh di tangannya tadi pagi. Mas Kris merasakan cinta itu dan tak sabar ingin segera pulang. Mas Kris bahkan menyempatkan diri membeli buket bunga paling indah kesukaan Nora dan bergegas pulang sore itu. Sesampainya di rumah, mas Kris memanggil-manggil nama istrinya Nora. Namun ia tak juga mendengar jawaban. Hingga mas Kris melihat Nora di kamarnya, tidur dengan piyama yang masih melekat di tubuhnya tadi pagi. Namun saat mas Kris mendekatinya, Nora sudah tidak bernyawa lagi. Mas Kris tidak percaya, bagaimana mungkin Nora bisa meninggal? Ia mengguncang tubuh dan wajah Nora sambil memanggil namanya.
Kepergian Nora menjadi penyesalan yang tak terperi bagi mas Kris. Rupanya selama ini Nora mengidap penyakit parah yang tak sempat disampaikannya pada mas Kris. Di kala istrinya itu tengah memikirkan sendirian dan berjuang melawan penyakitnya, mas Kris malah sibuk dengan rencana perceraian mereka. Nora dimakamkan keesokan harinya, diiringi rasa sedih dan duka dari mas Kris dan putra mereka, Nathan.
Kendari, 22 Februari 2013
belajar memahami bahwa tak semua yang kita harapkan bisa kita dapatkan ,ikhlas menerima kesalahan dan belajar dari tiap kesalahan, karena itu yang menjadikan kita kuat dalam menjalani hidup.
“Aku Kenangan”
<i>Luka dan cinta itu masih kuternakkan,
aku temukan diriku disana juga dirimu belepotan
penuh dawat cinta penuh rindu merindang,
lalu aku dan kamu menyelam hingga ke telaga kenangan.
</i>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-88067965432456726662013-02-11T16:23:00.001+08:002013-02-11T16:23:07.228+08:00Kenangan Kalomba; Oleh Mariana Ulfa Prahara Lioner, perempuan cantik dan pintar. Tak heran jika banyak lelaki menyukainya. Namun dia bukanlah tipe perempuan yang mudah membuka hati lelaki. Lioner hanya memilih satu nama lelaki dipahatkan di hatinya. Lelaki adalah temannya mereka dipertemukan pada acara adat Kalomba yang dilakukan masyarakat Kajang. Tradisi Kalomba sudah turun temurun.
*****
Lioner tidak seberuntung perempuan lainnya, yang bisa menikmati hidup dan cinta bersama lelaki yang dicintai. Tumor otak yang bersarang di kepalanya adalah penyebabnya. Nyawanya diprediksi dokter hanya bertahan beberapa bulan lagi kalau tak segera dioperasi. Lioner ragu menjalani operasi. Kata dokter, ia akan kehilangan ingatan selama-lamanya setelah operasi. Lioner tak ingin kehilangan perasaan dan ingatan tentang laki-laki yang dicintainya itu.
Tak ada pilihan lain, Lioner harus menceritakan kondisinya kepada laki-laki tersebut ketika ia diantar ke dokter. Mendengar penjelasan Lioner. Lelaki menyarankan agar melakukan operasi.
"Aku tidak ingin melakukan operasi," bentak Lione sambil menarik tangang lelaki tersebut.
"Jangan bercanda, kau bisa mati!" ujar lelaki itu, tatapannya tajam menikam mata Lioner.
"Itu lebih baik daripada aku kehilangan semua kenangan tentang kebersamaan kita," ungkap Lioner terisak. Matanya basah dan berkaca-kaca.
Lelaki itu mencengkeram lengan Lioner lalu berujar lembut, "Kau tak mengerti. Aku tak bisa kehilanganmu. Aku mencintaimu."
"Kau, kau, kau mencintaiku? Kenapa kau tak pernah mengatakannya?" tanya Lioner gugup dan bergetar.
"Aku takut kau tak merasakan hal yang sama dan akan membenciku," ujar lelaki tersebut sambil menunduk. Lioner mengambil tangan laki-laki itu dan mengangkat wajah laki-laki tersebut, "Tapi aku merasakan hal yang sama. Aku mencintaimu."
"Kalau begitu tolong lakukan operasi ini. Sekalipun kau akan kehilangan ingatanmu," pinta lelaki itu, dengan wajah memelas.
"Tidak bisa…Aku tidak ingin ketika aku bangun, aku tak tahu siapa dirimu. Lebih baik aku mati daripada melupakanmu,"
"Aku akan selalu berada di sampingmu," ujar lelaki itu tulus.
********
Pagi beranjak meninggi. Seisi rumah sakit terlihat sibuk. Disebuah kamar pasien, Lioner terbaring. Pagi itu, ia akan dioperasi. Di samping tempat tidurnya, lelaki tersebut tertunduk, memandangi Lioner sambil menggenggam tangannya.
"Bawalah ini bersamamu Li, agar kau tahu aku selalu di sisimu," katanya sambil menyerahkan sebuah cincin.
"Kau tak akan pergi ke mana-mana kan?" tanya Lioner. Lelaki itu mengangguk.
"Aku akan menunggu di luar. Bertahanlah."
Para perawat datang, lalu membawa Lioner ke ruang operasi. Berjam-jam lelaki itu menunggu di luar ruangan. Doa dan harapan kesembuhan untuk Lioner membukit. Usai operasi pun ia setia di samping Lioner, berhari-hari ia menunggui kekasihnya siuman.
Suatu malam yang sepi. Lelaki tersebut terkantuk-kantuk, ia bahkan pernah tertidur sesaat, hingga suara rintihan kecil membangunkannya.
"Kau sudah bangun Li..? Syukurlah akhirnya kau membuka matamu," ujar lelaki itu bahagia.
Lioner menatapnya dengan heran, "Siapa kau? Dimana ini?"
Mendengar pertanyaan itu, lelaki itu terhenyak, "Jadi kau tak mengingat apa-apa? Bahkan kau tak mengingat aku Li?"
"Tidak," jawabnya. "Tolong jangan membuatku bingung, keluarlah kau. Di mana dokter? Dokteer…." Teriak Lioner.
"Tapi bagaimana dengan perasaanmu padaku dan janji kita Li ? Kita saling mencintai, tidakkah kau ingat hal itu Li?" ujar lelaki itu. Dan itu membuat Lioner makin panik dan mengusirnya keluar. Lioner berteriak memanggil perawat dan dokter. Lelaki itu pun dengan terpaksa harus meninggalkan rumah sakit. Ada air mata menggantung di retinanya.
Sejak kejadian yang pilu itu. Lelaki tersebut tak bisa lagi bertemu Lioner yang sangat dicintainya. Dengan alasan demi kebaikan Lioner, lelaki itu dilarang secara sopan oleh orang tua Lioner agar tidak menemuinya.
Beribu hari terlewatkan, lelaki masih setia pada cintanya. Namun, ia hanya bisa menatap Lioner dari kejauhan. Pernah suatu hari, ia melihat Lioner berjalan dengan lain. lain. Hatinya terasa tercabik. Semestinya dirinyalah yang saat ini ada di sisi Lioner Sejak saat itulah, ia tak lagi berharap akan bertemu dengan Lioner. Karena.
Pada waktu yang lain, tanpa sengaja lelaki itu melihat Lioner di sekitar perkebunan karet. Lelaki itu berniat menghindar. Namun pandangannya tertuju pada leher Lioner, ada kalung menggantung manja di leher putihnya. Pada kalung itu, ada cincin yang melingkar. Ia ingat itu cincin pemberiannya ketika Lioner akan dioperasi. Cincin itu menemani Lioner dioperasi. Andai saat itu, ia tak memaksanya dan Lioner melakukan operasi, tentu mereka akan saling mencintai. Dan Lioner akan meninggal, lenyap selamanya dari pandangan.
Lelaki itu menghela napas beratnya. Senyum melingkar di bibirnya. “Biarlah cinta ini mengalir menuju muara semestinya. Setidaknya kami pernah saling mengutarakan isi hati hingga membuat Lioner berani menjalani operasi untuk menyelamatkan hidupnya sendiri,” gumam lelaki tersebut. Tatapannya mengikuti langkah Lioner. Disaat yang sama, Lioner menoleh dan melihat lelaki itu. Ia hanya tersenyum sambil memegangi cincin yang terjuntai dikalungnya, lalu terus melangkah dengan riang sambil bernyanyi,
“<i>Jangan hadirkan aku di antara helaian napasmu
biarkan aku lepas dari keheningan
aku adalah lintasan nama
kau adalah ibarat makna yang tak bisa d ungkap
pergi menemui matahari
lari menemui bulan di kegelapan malam.”</i>
Tak ada jejak cinta lagi di mata Lioner untuk lelaki itu. Tapi lelaki itu tetap setia pada cintanya, Lioner. Akhirnya pun lelaki itu pun melangkah. Hiruk pikuk pelaksanaan Kalomba tak dihirau. Ada luka bersarang di hatinya jika ia mengikuti perayaan itu, disanalah ia bertemu Lioner. Ia putuskan menjauh kemana saja, pada entah.
Kendari, 11 Februari 2013
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAEWP1x5i0D_cZedmsu2UGwIcb_nwbH3CUMetcUQa_m9YFHRgl1xZWcCpfb0aVg03zEoL5QUZVOfxiBh5MYY1BggDv2CG1CG7TtijazYJWIjlO7S7pjUGbytr2GeiNBKzoGBEWpJl-YQdH/s1600/529663_535389686494401_1263447523_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="300" width="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjAEWP1x5i0D_cZedmsu2UGwIcb_nwbH3CUMetcUQa_m9YFHRgl1xZWcCpfb0aVg03zEoL5QUZVOfxiBh5MYY1BggDv2CG1CG7TtijazYJWIjlO7S7pjUGbytr2GeiNBKzoGBEWpJl-YQdH/s400/529663_535389686494401_1263447523_n.jpg" /></a></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-8010554409100450972012-11-29T19:35:00.000+08:002012-11-29T19:35:42.832+08:00IPASS Ada, Pada Hati Pada Semua Waktu Oleh Eka Cipit IPASS Ada, Pada Hati Pada Semua Waktu
<i>Oleh Eka Cipit
</i>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgSsE3basmCb0aA27wLx6OVzKHE4WoOFvI4rnqyqO9N9xPTm-HWMogYZEDDI2hOwR5luHHa6T1NbCgeyz8zgQ2p71LCLPOxfPyZDhktFhlcObhmUfr4M4A3KGR-Cmzs9tEsjUbNuoW9a8_/s1600/544722_542019425815499_1108243464_n.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="400" width="267" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgSsE3basmCb0aA27wLx6OVzKHE4WoOFvI4rnqyqO9N9xPTm-HWMogYZEDDI2hOwR5luHHa6T1NbCgeyz8zgQ2p71LCLPOxfPyZDhktFhlcObhmUfr4M4A3KGR-Cmzs9tEsjUbNuoW9a8_/s400/544722_542019425815499_1108243464_n.jpg" /></a></div>
Perjalanan kita ternyata sudah lumayan jauh, tapi semoga langkah kita tidak pernah letih untuk tetap menapaki hari-hari berikutnya. Cinta untuk Ikatan Pemerhati Seni dan Sastra (IPASS) harus tetap kita rawat dan kita tawan dalam hati kita masing-masing. Meskipun terkadang kita harus menggenggam cinta itu sambil berjalan tertatih, tersandung, lalu kemudian terjatuh, luka dan berdarah, lalu kita menangis karena sobekan luka yang perih meradang pada tubuh dan mungkin hati kita. Tapi kita harus kembali bangkit dan saling meraih untuk melanjutkan perjalanan dalam satu tujuan cinta, yaitu IPASS, IPASS harus selalu ada, IPASS harus selalu hidup di hati kita.
Tentunya kita masih mengingat jika IPASS itu lahir dari sebuah keluarga kecil dan tumbuh pada sebuah rumah yang sangat sederhana, tetapi mereka punya banyak cinta yang menjadikan keluarga kecil itu terasa istimewa dan kaya raya, padahal makannya setiap hari hanya sepotong tempe dan beberapa suap nasi, bahkan terkadang kita harus memakan nasi + Masako saja. Tapi<i> no problem</i>, meskipun demikian mereka masih bisa tertawa, bercanda, bernyanyi, menari, berpuisi, bahkan Kadir masih bisa semangat meniup<i> puik-puik</i>nya, Kak Mamat masih bisa dengan lincah memainkan jari-jari pada gitar, atau biolanya, apalagi kalau sudah ada saudara kita yang super-super lucu, Irsal Jimmy dengan istilah<i> ucanci turu turu tu.....</i>.tidak makan seminggu juga tidak apa-apa.
Tapi kalau Dg.Kasman yang penting ada segelas kopi dan sebatang rokok semuanya aman. Beliau ini adalah salah satu pendiri IPASS yang setia sampai sekarang mendampingi IPASS beliau dikenal sebagai sosok yang serius tapi ramah, petuahnya selalu menjadi solusi buat IPASS. Selain Dg. Kasman ada juga pendiri IPASS yang bernama Irhyk R Makkatutu alias Dg. Bulenk seorang cerpenis yang selalu romantis dengan kata-kata puitis dibeberapa cerpennya yang sudah dibukukan dan diterbitkan di beberapa media cetak, tak ingin terbebani masalah apapun silakan ikuti gaya hidup dan cara berfikirnya. Ada juga yang bernama Kusuma Jaya Bulu’ yang akrab disapa Dg.Bulu’ Anto’nya (Kakeknya) Ophu (Anakku), beliau ini ahli di bidang sastra dan teater, tapi sepertinya beliau ini lebih suka melucu atau banyolan dan sempat juga lolos di Akadami Pelawak Indonesia (API). Mereka hebat bukan?.
Bukan menyombongkan, saya hanya ingin mengenang mereka sebagai figur yang telah berani bercinta lalu kemudian melahirkan IPASS. Pendiri IPASS ada 12 orang jadi masih ada 9 yang belum saya sebut, sepertinya saya cukup menyebut nama-namanya saja sebab jika saya mengurai satu persatu tentang mereka maka sepertinya tak akan cukup waktu untuk itu. Yang jelasnya mereka adalah orang-orang yang berani dan hebat. Mereka adalah Dg.Uno’, Dg.Rahman, Dg. Tangnga, Dg. Leo, Dg. Arif, Dg. Asnur dan terakhir Dg. Tawang yang masih setia dengan kesendiriannya.<i> I love You All.</i>
Ada banyak kisah yang sudah terukir di IPASS, mulai dari rasa bangga karena bisa tetap berdiri tegar dan mengukir karya, meskipun terkadang kita harus dibenturkan pada persoalan materi sebab orang tua IPASS tak punya warisan dari nenek moyangnya. Tapi jalan masih memberikan ruang untuk kami, cukup dengan modal gitar tua dan jimbe sambil bernyanyi para pengguna jalan akan menyumbangkan sedikit hartanya untuk kami, atau kami cukup menyisihkan sedikit uang saku. Kami juga sering mengisi panggung-panggung pementasan di beberapa hotel dan rumah jabatan gubernur dalam acara-acara besar, dan saya rasa ini bukan sebuah keberuntungan tapi sebuah kualitas yang mereka lihat dari IPASS. Jadi tak perlu bersedih karena kita miskin yang penting kita masih punya banyak cinta dan pecinta.
Secara pribadi IPASS telah memberi banyak untuk saya. Karena IPASS saya bisa mengenal kebersamaan, persaudaraan dan kekeluargaan, karena IPASS saya bisa belajar melantunkan syair-syair yang indah, karena IPASS saya bisa menuangkan cinta dan kisah kehidupan dalam sebuah tulisan, karena IPASS saya bisa mengenal orang-orang yang luar biasa, karena IPASS saya bisa mengenal tentang tragedi cinta yang selalu menikam pemujanya dan tentunya karena IPASS pula saya bisa menemukan kekasih yang terbaik. Maka aku mengajak kalian untuk memberikan satu ruang yang istimewa untuk IPASS di hati kita.
IPASS <i>I Love You.....</i>
Unknownnoreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-81498871763582007342012-11-03T00:30:00.000+08:002012-11-03T00:30:28.724+08:00# BUKAN # DOSA # CINTA # KITA # BEDA # KEYAKINAN #<div style="text-align: center;">
<i style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">Karya: Sulkifli Amri</i></div>
<br />
<div style="text-align: center;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHN3aYlGKdtpi7OhBXBaFS3aNzRwzseitrK4kpSNPg4_nj76vjeueO3M_35C7fh8Zq0GOCe5FOTq20M542woQrlO9Fd3AlsmrVEeD3Fx665iRlFSq3scQK-w5pmW7oxWe6RUvzqAVThPw/s1600/ra1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHN3aYlGKdtpi7OhBXBaFS3aNzRwzseitrK4kpSNPg4_nj76vjeueO3M_35C7fh8Zq0GOCe5FOTq20M542woQrlO9Fd3AlsmrVEeD3Fx665iRlFSq3scQK-w5pmW7oxWe6RUvzqAVThPw/s320/ra1.jpg" width="217" /></a></div>
<span style="font-style: italic; line-height: 25px;"><br /></span>
<span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">aku : </span></div>
<span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">
</span><span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;"></span>
<div style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;"><span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">bukan dosa # cinta kita # beda keyakinan </span></span></div>
<span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">
</span><span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;"><div style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">bukan dosa cinta # kita beda keyakinan </span></div>
</span><span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;"><div style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">kamu : </span></div>
</span><span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;"><div style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">beda keyakinan # bukan dosa # cinta kita </span></div>
</span><span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;"><div style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">beda keyakinan bukan # dosa cinta kita </span></div>
</span><span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;"><div style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">kita bersamaan : </span></div>
</span><span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;"><div style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">cinta kita # beda keyakinan # bukan dosa </span></div>
</span><span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;"><div style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">cinta kita beda # keyakinan bukan dosa </span></div>
</span><span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;"><div style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">pihak ketiga : </span></div>
</span><span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;"><div style="text-align: center;">
<span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">bukan dosa cinta # bukan dosa keyakinan </span></div>
</span><i style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;"><div style="text-align: center;">
<i style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;">AKU</i><span style="font-family: inherit; line-height: 19.2pt;"> dan kamu # beda meyakini cinta</span></div>
</i><br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<div style="text-align: -webkit-auto;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 19.2pt; text-align: center;">
<i><span style="font-family: inherit;">Sinjai, 21
November 2010</span><span style="font-family: 'Trebuchet MS', sans-serif; font-size: small;"><o:p></o:p></span></i></div>
Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-11148452890872403092012-10-02T00:47:00.002+08:002012-10-02T01:07:59.628+08:00Puisi: Jiwa Dan Yang Kumiliki<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;"><i>Karya: Lena Tanari </i></span></span></div>
<table cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="float: right; margin-left: 1em; text-align: right;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhckiEtDchpSdqZmzkq4ekjHNx8CrvfXiW5xYNT2MpdWkQ54Hp9Ha8X6-jw1lyClfQiZUTtDtI_UAkDwz-6pQ4WPqE185wWWxeqMwzuKW2BUaIIoIx9ScoYks0bJgi8amA_luenGGXBnrs/s1600/lena.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhckiEtDchpSdqZmzkq4ekjHNx8CrvfXiW5xYNT2MpdWkQ54Hp9Ha8X6-jw1lyClfQiZUTtDtI_UAkDwz-6pQ4WPqE185wWWxeqMwzuKW2BUaIIoIx9ScoYks0bJgi8amA_luenGGXBnrs/s200/lena.jpg" width="140" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Lena Tanari</i></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Jangan kau tanya
lagi</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Mengapa ku
sembunyikan diri di dalam hati</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Mengapa aku
harus berlari dan keluar dari gerbang bayangmu</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Tapi
tanyakanlah</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Mengapa
pemberontakan jiwa begitu anarkis</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Segala rasa
telah musnah</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Mataku bilang
jangan pandang lagi</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Lisanku pun
pernah berbisik</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Jangan kau
sebut namanya</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Jiwa juga
pernah berontak</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Tapi hati
dan perasaan terluka karena ego</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Dan lagi,
aku bersembunyi di ujung luka</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Karena nyata
bukanlah kenyataan</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Namun
hayalan mengobati luka di ujung hati.</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<i><b><span style="font-family: inherit;"><span style="font-size: small;">Alauddin, 29
Juli 2012</span></span></b></i></div>
Unknownnoreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-72193102586885383252012-09-01T18:56:00.000+08:002012-09-01T18:56:47.058+08:00Kisah Malam KepadamuKota ini benar-benar senyap dalam seksinya tengah malam. Cukup lama aku tak melihat pijaran lampu di tengah malam tanpa kesemrawutan lalu lintas, malam ini aku kembali menjelajahi kota ini dengan segalah kerinduan yang ruah. Sekadar ingin penuhi janjiku untuk berkisah tentang malam kepadamu, sebisa yang kubisa, seperti kota ini yang memenuhi kerinduanku tentang malam. Dan malam ini aku kembali menjadi pencari kisah, yang akan kukisahkan padamu, kelak ketika kembali melumat bibirmu.<br />
Jalan cenderawasi mulai lelap dari bingarnya. Aku leluasa menelanjangi isinya. Seorang bapak mengais rejeki di tempat sampah. Ada air mata. Di pertamina, sekumpulan anak muda menghabiskan malam, menatap masa depan yang kabut. Dan di dalam toko swalayan sepasang kekasih memborong makanan ringan. Di depan hotel Delta, terparkii beberapa kendaraan, aku ingat pernah menghabiskan dua malam di hotel itu, pada sebuah kegiatan kampus yang penuh kebohongan.<br />
Motor terus bergerak, menuju Nusantara, agak sepi. Mungkin banyak PSK dan lelaki hidung belang puasa syawal. Tapi tak mengurangi kebinaran dan godaan nakal perempuan yang memarkir dirinya di pinggir jalan. Aku ingat seorang teman yang menamai jalan ini “ maaf” vagina raya dan mani cecer.<br />
tak jauh dari kebingaran THM tersebut, para penumpang di Pelabuhan Makassar tergeletak menunggu kapal merapat dan beberapa taksi terparkir di gerbang pelabuhan, sopirnya terkantuk-kantuk, mungkin kelelahan mengejar setoran yang tak cukup.<br />
Terus saja motor bergerak, kulihat ada seorang lelaki dengan motor Metik Mio warna biru, sedang berbincang dengan seorang perempuan seksi di Jalan Sulawesi, mungkin mereka tawar menawar harga bokingan. Motor terus melaju, entah teman yang memboncengku akan kemana membawaku. Di depan gedung kesenian, para seniman kota ini mencari ide sambil meratapi nasib gedung yang terbengkalai. “Oo kenapa tak menuju Pantai Losari saja,..aahh tidak, tempat itu teramat riuh oleh pengamen dan peminta-minta cilik,” gumamku. <br />
Malam terus saja memamerkan keelokan dan misterinya. Di jalan yang sepi, para baliho pemimpin dan calon pemimpin daerah ini seakan-akan tidak kehilangan energi untuk terus berpura-pura simpati kepada rakyat. Di jalan Vetaran utara, para penjual sayur yang didominasi kaum tua membongkar muatannya, seorang ibu duduk termenung di pinggir jalan dengan jilbab lusuh. Entah kemana para pembalap liar yang kebablasan, malam ini tak ada, aku merindukan suara bising motornya. Toko-toko bangunan tertutup rapat, Malam bena-benar ketenangan yang dahsyat, tanpa jebakan macet dan gerah, karenanya aku suka nikmati malam di kota ini dan menyukai malam. Seorang Satpam tidur duduk di depan sebuah bank yang dijaganya, mungkin kelalaian seperti itulah sehingga ada bank di gasak perampok. <br />
Di Jl. Auddin, lampu merah diterobos. Begitulah kesadaran akan aturan diobok-obok. Dulu aku pernah ditilang gara-gara menerobos lampu meraah. Tapi tak jerah juga.<br />
Setelah merasa cukup berputar-putar, mencari kisah yang akan kukisahkan padamu, kekasih. Akhirnya aku kembali tiba di kamar ukuran 3x3 meter ini, yang berwarna putih dengan dua jendela yang kupasangi gorden merah. Kipas angin masih berputar kelelahan. Perutku keroncongan, tapi aku lega, sepenggal rinduku pada malam dan kota ini tertunaikan dan aku punya kisah yang akan kukisahkan padamu semampuku, sesuai janjiku.<br />
Aku belum disapa ngantuk. Malam mulai menua, mungkin beberpa menit lagi aku akan lelap dan bermimpi tentangmu..sedang membaca tulisan ini.<br />
<i><br />
Makassar, 25 Agustus 2012<br />
Dini hari....sepi betul.<br />
</i>Unknownnoreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-62868657158158502522012-08-23T23:25:00.001+08:002012-08-23T23:25:34.172+08:00Puisi: Intelektual Terlantar<span class="Apple-style-span" style="line-height: 32px;"><i>Karya: Eka Fitrtiani</i></span><br />
<br />
<center>
<iframe allowfullscreen="allowfullscreen" frameborder="0" height="225" src="http://www.youtube.com/embed/nLt7eC7L3zU" width="400"></iframe></center>
<br />
<span class="Apple-style-span" style="line-height: 32px;"><i><span class="Apple-style-span" style="font-style: normal;">Berguguran
dedaunan pada ranting</span></i></span><br />
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Akar dan tunas pun mulai lenyap berbaur tanah <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Bahkan
di jantung kota ini tak lagi kutemui denyut nadi-nadi pepohonan<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">semuanya
telah tergadai dengan tanaman beton yang megah,<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Dihuni oleh mereka yang berdasi <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Memang
kadang kursi empuk dan pengetahuan membutakan mata hati<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Cobalah
untuk melirik kesudut kota ini, tidakkah
kau temukan mereka yang terasing dari
pena dan kitab-kitab kusam<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Padahal
di podium kemarin telah di bincangkan<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Tentang
mereka yang telah lantak oleh derita<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Tak adakah setetes air untuk kerongkongan mereka
yang dahaga mengeja bait-bait kehidupan<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Tak
adakah nyanyian nurani yang lebih indah
dari janji-janji tak bertuang <o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Tak adakah sehelai kain untuk temani mereka yang telah kusam tertikam
mentari<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Atau
mereka hanya dijadikan jualan, demi cerita dongeng selanjutnya<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Lihat
bocah kecil, dekil dan berbau pesing itu<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Mereka
adalah bongkahan cahaya yang di redupkan oleh tirani<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Namun,
Teriakan perih mungkin tak terbawa angin<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Hingga
hampa bertandang ketelinga<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Bocah
kecil itu kemudian berdebat dengan nurani bisu.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Apakah
pena yang ingin kami coretkan pada kertas telah kehabisan tinta?<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span style="line-height: 200%;">Tak
tersisahkah seragam yang layak untuk kami pakai</span><span lang="IN" style="line-height: 200%;">?<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Ataukah
bangku-bangku sekolah kini telah retak termakan rayap?<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span style="line-height: 200%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Lalu…<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span style="line-height: 200%;">Siapakah
yang akan jawab tanya mereka,</span><span lang="IN" style="line-height: 200%;"><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span lang="IN" style="line-height: 200%;">K</span><span style="line-height: 200%;">alau
bukan aku, kamu dan kalian yang berdasi di sana<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span style="line-height: 200%;">Jawablah
tanya mereka</span><span lang="IN" style="line-height: 200%;"><o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="line-height: 200%; text-align: left;">
<br /></div>
<b><span class="Apple-style-span" style="font-weight: normal;"><b><i><span lang="IN" style="line-height: 115%;"><span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;">Puisi
dari hati para intelektul terlantar</span></span></i></b></span></b><br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<b><span class="Apple-style-span" style="font-style: italic; line-height: 18px;"><br /></span></b></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-0cvG5ngwLTFMriUHVymGcV_3Wyuah3CF6_wUbXgGB6RObGm3y-7P_5UAkPNdJ-RMluj-onWFt0SRk9WtvwIt6SaL-Xj1KcB1NLxhfWShag-qgVIQc-xA9d54qBAaLn8PnszmHDfySg8/s1600/DSC_0053.JPG" imageanchor="1" style="clear: right; margin-bottom: 1em; margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-0cvG5ngwLTFMriUHVymGcV_3Wyuah3CF6_wUbXgGB6RObGm3y-7P_5UAkPNdJ-RMluj-onWFt0SRk9WtvwIt6SaL-Xj1KcB1NLxhfWShag-qgVIQc-xA9d54qBAaLn8PnszmHDfySg8/s400/DSC_0053.JPG" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ef Triani</td></tr>
</tbody></table>
Unknownnoreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-75613521871866872372012-08-16T08:18:00.000+08:002012-08-16T08:44:12.708+08:00Launching Buku ENAM MATA BADIK<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLstlzfM92qN-_pNSWLYteEeLOsEyf1fZeQkyWeJKDUEQUhUJV2hzocwj4gctbRCY8UEqs2ZKmbwapAAgp8NaX5mrdQGUVww8Ly_2gZgiYND9tWrm-6ALwqsbbn2_7rsebMGK4MTa07Fo/s1600/6+mata+badik.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLstlzfM92qN-_pNSWLYteEeLOsEyf1fZeQkyWeJKDUEQUhUJV2hzocwj4gctbRCY8UEqs2ZKmbwapAAgp8NaX5mrdQGUVww8Ly_2gZgiYND9tWrm-6ALwqsbbn2_7rsebMGK4MTa07Fo/s320/6+mata+badik.jpg" width="236" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span class="apple-style-span"><span style="line-height: 115%;"><b>Enam Mata Badik</b></span></span><span style="line-height: 115%;"><br />
</span></span></div>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span style="line-height: 115%;"><span class="apple-style-span">(<i>antologi Puisi dan Cerpen</i>)</span></span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span class="apple-style-span"></span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br /></span></span>
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span style="line-height: 115%;"><span class="apple-style-span">Buku ini ditulis oleh 6 penulis. Terdiri dari 6
cerpen, masing-masing penulis menulis 1 cerpen dan sebanyak 63 judul puisi.
Dilaunching dengan menggelar pagelaran sastra, diskusi dan bedah buku di Gedung
Mulo Makassar, 21 Juli 2011. Buku ini merupakan buku yang ke empat yang
diterbitkan oleh <a href="http://3pilar.blogspot.com/" rel="nofollow" target="_blank"><b>IPASS</b></a> Unismuh. Sebelumnya ada buku karya kader mereka yakni;
antologi <i>Puisi di Balik Nisan</i>, <i>Putik dalam Sangkar</i> (Antologi Cerpen) dan <i>Vagina
Sepotong Bambu</i> (Kusuma Jaya Bulu/Antologi Cerpen).</span></span></span><br />
<br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span style="line-height: 115%;"><span class="apple-style-span">Ian Konjo, Muh. Nurfajrin, Bayu Balumba, Black
Mappaenteng, Akmal Salam dan Kudus Patalima. Keenam penulis adalah Kader dari
kelompok Seni Budaya <b><a href="http://3pilar.blogspot.com/" rel="nofollow" target="_blank">IPASS</a></b> Unismuh
yang kesemuanya adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia. Uniknya, 6 penulis ini tidak berasal dari background kultur yang
sama. Mereka ada dari tanah Ambon, Bugis, Makassar, dan Bima.</span></span></span><br />
<br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span style="line-height: 115%;"><span class="apple-style-span">6 mata badik adalah adalah “senjata” dari 6
penulis dalam melakukan peperangan terhadapa realitas yang dinilainya
memberontak dalam ruang negatif.</span><span class="apple-converted-space"> </span><span class="apple-style-span">Badik dianggap sebagai senjata tajam yang tak usah
menumpahkan darah. Dalam badik menanggung makna sebagai benteng terakhir dari <i>siri’ na pacce</i>. Buku ini mengusung
tematik eksplorasi utama dalam hal cinta, rindu dan perlawanan/kritik sosial.</span></span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span class="apple-style-span"><o:p></o:p></span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br /></span><span style="line-height: 115%;"><span class="apple-style-span">Mangkasarakku, salah satu puisi karya Black
Mappaenteng “menginterupsi sosialitas”. Eksoplorasinya berasal dari kejenuhan
penulis melihat Makassar yang mengalami pergeseran nilai secara moral, budaya.
Makassar kehilangan roh keluhuran budaya dan banyak lagi yang lainnya. Sejarah
penulisan buku ini dimulai pada tahun 2006 ketika 6 penulis ini masih Mahasiswa
Baru di kampus Unismuh Makassar. Pada sebuah malam yang gerah, di kamar kost
Black Mappaenteng, keenamnya berikrar untuk menerbitkan buku sebelum mereka
menjadi sarjana dan pulang kampung untuk mengabdi di tanah kelahiran
masing-masing. </span></span><span style="line-height: 115%;"><span class="apple-style-span">Dan terbukti, 5 tahun kemudian, ikrar mereka
berbuah hasil.</span></span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span class="apple-style-span"></span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br /></span><span style="line-height: 115%;"><span class="apple-style-span">Anda tertarik membaca buku ini? Call: 0853 4228 7186 atau email ke mata.badik@gmail.com atau blogspot <span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;"><a href="http://6matabadik.blogspot.com/">http://6matabadik.blogspot.com</a></span></span></span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span class="apple-style-span"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;"><a href="http://6matabadik.blogspot.com/"></a></span></span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br /></span><span style="line-height: 115%;"><span class="apple-style-span">(dari sebuah Bincang Kecil di Bawah Pohon Gedung
Mulo Makassar, bersama Kudus Patalima dan Black Mappaenteng)</span></span></span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-family: inherit;"><span class="apple-style-span"></span><span class="Apple-style-span" style="line-height: 18px;"><br /></span><b><i><span class="apple-style-span"><span style="line-height: 115%;">Sumber asli dari: </span></span></i><span style="line-height: 115%;"><span style="color: windowtext; text-decoration: none; text-underline: none;">http://www.mercusuarnews.com/2011/07/launching-buku-enam-mata-badik.html</span></span></b></span>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-63202750506222356972012-07-31T23:57:00.000+08:002012-07-31T23:57:09.107+08:00Sekilas Tentang Angkatan Balai Pustaka periode 30-anLahirnya kesusastraan Indonesia modern serta perkembangan dalam kurun waktu yang awal begitu erat hubungannya dengan sejarah kebangkitan nasional, sehingga hampir-hampir tak mungkin membicarakan yang satu tanpa menyinggung yang lain. Pada umumnya para pengamat sastra bersepakat bahwa kesusastraan Indonesia Modern berawal di sekitar 1920.<br />
<br />
Pada tahun tiga puluhan masalah bahasa Indonesia senantiasa merupakan pokok pembicaraan yang banyak menguras emosi karena keanekaan pendapat, baik yang konservatif maupun yang menghendaki kemajuan yang lebih pesat. Sutan Takdir Alisyahbana telah memberikan sumbangan berharga dalam esai-esainya.<br />
<br />
Sebagian kaum nasionalis, antara lain Muhammad Yamin dan Sanusi Pane suka mengenang kejayaan masa lampau dan seakan-akan menimba inspirasi untuk menciptakan masa depan yang jaya pula. Sanusi Pane mempunyai batin yang kuat dalam dunia ketimuran. Dalam karya-karyanya, ia mencari hubungan dengan jiwa kesusastraan timur seperti India dan Persia. Keduanya menggarap pokok-pokok dari sejarah Indonesia.<br />
<br />
Sebaliknya Sutan Takdir berpendapat bahwa Indonesia harus berkiblat ke barat untuk dapat mencapai kemajuan yang didambakan bagi jutaan penduduknya. Kejayaan masa lampau bukanlah sesuatu yang patut kita bangkitkan kembali, karena itu sudah “mati sematinya”. Tak mungkin ia berguna sebagai landasan untuk masa depan.<br />
<br />
Perdebatan ini memperlihatkan betapa dari awal mula pembinaan bangsa telah menarik minat para pemikir Indonesia. Sebagian karangan-karangan tentang kebudayaan ini kemudian dikumpulkan dalam suatu buku berjudul Polemik Kebudayaan.<br />
<br />
<u><i><b>Angkatan Balai Pustaka</b></i></u><br />
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGwdfgN3xms_2qOd_oACPu30VJhO5b3Zi5xiusaIhziQpf2iKliv556rS4MKLZC2iIXmDTTUraqBkc5KHsSqA_9E9Ro2BVrQBo4tUi7VtbUmNls0I6jIpJuykgAYW1r7hWL6I-qf6ov_ii/s1600/bukubp.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="250" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGwdfgN3xms_2qOd_oACPu30VJhO5b3Zi5xiusaIhziQpf2iKliv556rS4MKLZC2iIXmDTTUraqBkc5KHsSqA_9E9Ro2BVrQBo4tUi7VtbUmNls0I6jIpJuykgAYW1r7hWL6I-qf6ov_ii/s400/bukubp.jpg" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Sampul buku Angkatan Balai Pustaka (Siti Nurbaya, Azab dan Sengsara, serta Salah Asuhan)</td></tr>
</tbody></table><br />
Roman karya Merari Siregar berjudul Azab dan Sengsara yang terbit pada tahun 1920 oleh penerbit PN Balai Pustaka ditunjuk sebagai awal kebangkitan Angkatan Balai Pustaka. Karena itu, Angkatan Balai Pustaka pun juga dinamai Angkatan 20. Apakah roman Azab dan Sengsara yang bahasanya banyak unsur bahasa Melayu, mendayu-dayu dan diselingi pantun dan pepatah-pepitih merupakan buku pertama kesusastraan Indonesia? Ada kontroversi di sini.<br />
<br />
Sementara itu, Ayip Rosidi dalam bukunya berjudul Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia menyatakan bahwa karya sastra Indonesia adalah segala karya sastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Sedangkan perbedaan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu terletak pada adanya semangat dan kesadaran nasionalisme Indonesia, suatu kesadaran untuk merdeka dalam persatuan kebangsaan Indonesia.<br />
<br />
Sejak kebangkitan bangsa Indonesia melawan penjajah dengan menjunjung tinggi bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia. Sebelum bangkitnya kesadaran ke-Indonesia-an itu, bahasa yang menjadi cikal bakal dan sumber utama bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu. Jadi, menurut Ayip Rosidi, bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijiwai oleh nasionalisme Indonesia. Tanpa jiwa dan semangat tersebut, bahasa tersebut tetaplah merupakan bahasa Melayu.<br />
<br />
Sebetulnya, tidak ada benang merah dan relevansi antara Angkatan Balai Pustaka dengan pembinaan nasionalisme, aspirasi kemerdekaan Indonesia, menegakkan keadilan kebenaran dan memerangi kemungkaran dalam maknanya yang militan, apalagi semangat berkobar-kobar mengusir penjajah laknat. Sebagai penerbit pemerintah, Balai Pustaka tidak mau buku-buku yang diterbitkannya menjadi bumerang yang mendeskreditkan bos mereka. Sementara Roman-roman Azab dan Sengsara, Siti Nurbaya karya Marah Rusli, serta Katak Hendak Jadi Lembu, Salah Pilih, Karena Mertua, Apa Dayaku Karena Aku Perempuan karya Nur Sutan Iskandar dan karya sastra lain yang diterbitkan oleh Balai Pustaka dan mengisi khazanah Angkatan Balai Pustaka hanya berbicara tentang pernik-pernik kehidupan rumah tangga biasa, adat kawin paksa, cinta muda-mudi tempo dulu, keculasan dan keserakahan versus kebaikhatian. Buku-buku tersebut sama sekali tidak pernah menyinggung penindasan pembodohan, pemiskinan, sekularisasi yang dilakukan oleh penguasa-penguasa kolonial.<br />
<br />
Di samping tampil dengan sikap politik yang kompromistis dan berbaik-baik dengan pemerintah kolonial (mungkin ini dilakukan oleh pengarang semata agar karya-karyanya bisa diterbitkan), roman-roman Balai Pustaka didominasi oleh tema-tema sekitar adat kawin paksa, sikap otoriter orang tua dalam menentukan jodoh sang anak, konflik Generasi Muda versus Generasi Tua yang dimenangkan oleh pihak orang tua. Tokoh-tokoh cerita umumnya dilukiskan secara dikotomis hitam-putih, dan ekstrim. Tokoh baik dilukiskan serta sempurna, fisik, penampilan, pandangan hidup, sikap dan moralnya serba baik dan ideal. Sebaliknya, tokoh-tokoh yang jahat digambarkan serba jelek dan memuakkan, baik tampang lahiriah maupun moralitasnya, sampai-sampai, penyakit yang diidap tokoh antagonis ini pun merupakan penyakit kotor (tokoh Kasibun dalam Azab dan Sengsara). Pengarang dengan seadanya memotret realitas-realitas sosial yang terjadi ketika itu, dengan visi dan misi yang sejalan dengan politik pemerintah kolonial. Umumnya mereka berani menentang arus atau menjadi oposisi. Mereka menyikapi adat kawin paksa, dominasi orang tua, sistem pendidikan, pola hidup dan budaya bangsa-bangsa Eropa yang menjajah di sini sebagai sesuatu yang wajar, positif, nyaris tanpa sikap kritis, meskipun hati nurani mereka berkata yang sebaliknya.<br />
<br />
Situasi itulah yang dominan di antara roman-roman yang model cerita dan karakter tokoh-tokohnya yang sangat stereotip dan klise itu. Sebenarnya masih ada novel-novel yang menampakkan kemajuan cara berpikir pengarangnya, dengan wawasan hidupnya yang lebih luas, dengan sikapnya yang moderat dan terbuka, kritis dan proporsional. Darah Muda dari Jamaluddin Adinegoro dan Mencari Pencuri Anak Perawan karya Suman Hs adalah contoh novel/roman dari angkatan Balai Pustaka yang menghadirkan sikap dan citra baru, benar-benar sudah beranjak dari model cerita roman-roman seangkatan mereka.<br />
<br />
Sementara itu, Abdul Muis tampil secara cemerlang dengan tema cerita dan wawasan estetik baru dalam roman Salah Asuhan, yang menampakkan beberapa kemajuan dan keistimewaan dibandingkan Siti Nurbaya dan Azab dan Sengsara, pendahulunya. Di sana dikisahkan seorang pemuda Indonesia bernama Hanafi yang mengalami salah asuhan, karena kegila-gilaannya pada yang serba barat menjebaknya untuk hanya sampai pada hal-hal yang lahiriah, hanya pada kulit luar dan permukaan, bukan pada substansinya. Muncullah di sana Hanafi yang kebelanda-belandaan dalam gaya dan cara berpakaiannya, hobi dan seleranya. Ini sangat berbeda dengan nilai-nilai barat yang ditransformasikan secara cukup kreatif oleh Sutan Takdir Alisyahbana, pelopor Angkatan Pujangga Baru yang menangkap barat lebih pada jiwa dan intelektualitasnya.<br />
<br />
Bahasa, lukisan setting dan peristiwa dalam Salah Asuhan termasuk baru. Ia tidak lagi berasyik-asyik dengan jiwa kemelayuan yang penuh pepatah-petitih sebagaimana Siti Nurbaya, Sengsara Membawa Nikmat. Ia tidak hanyut oleh selera massa dan kemauan penguasa, berani tampil mandiri menentang arus mengunjukkan diri sebagai karya yang berpribadi. Salah Asuhan merupakan novel hati nurani, karena dalam novel ini, pengarang yang juga salah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia, berhasil tampil otentik, mampu menyuarakan kebenaran sesuai aspirasi hati-nuraninya, jauh dari sekadar upaya agar karangannya bisa naik cetak di Balai Pustaka.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">~~~ Semoga Bermanfaat ~~~</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-18677703256759837562012-07-25T14:21:00.000+08:002012-07-25T14:21:37.410+08:00Ramadan Gelisah<i>Oleh Irhyl R Makkatutu</i><br />
<br />
“Kita istirahat saja dulu di sini!” pintamu.<br />
Aku yang berjalan tergesa berhenti mendadak. Menoleh ke arahmu. Pandanganku jelas menikammu. Kau tampak kikuk. Namun bukan dirimu kalau tak tersenyum. Peluhmu kau lap dengan telapak. Wajahmu isyaratkan kelelahan. <br />
“Marianti, kita harus cepat, sebentar lagi gumpalan pekat meraja.”<br />
“Istirahat dulu, jangan paksakan menaklukkan perjalanan.” <br />
“Perjalanan kita belum menepi, kenapa berhenti?”<br />
“Kita kumpulkan tenaga dulu,” jawabmu penuh harap.<br />
Kuikuti harapmu. Seperti harapanku bertemu dengan ibu yang tak pernah lenyap dari ruang doaku. Kepulanganku kali ini untuk mencium tangan dan bersujud di kakinya, agar raib segala salah yang pernah kubingkiskan kepadanya. <br />
Hari ini, setelah ribuan musim akhirnya aku pulang. Keinginan pulang selalu jadi gelitik yang terus memanja dalam diriku. Apalagi jika jelang Ramadan ataupun awala-awal Ramadan seperti ini. Aku ingin selalu temui ibu yang mulai rentah dan sakit-sakitan. Ia hidup sendiri setelah suami keduanya meninggal. <br />
Ibu memilih menikah lagi setelah mengetahui ayah juga telah menikah. Pernikahan yang kedua, kedua orang tuaku itulah, ibu yang dinikahi lelaki lain dan ayah yang menikahi perempuan lain membuatku muak dan benci. Hanya saja kebencian tersebut tak pernah kubahasakan kepada ibu. Aku lebih memilih pergi meninggalkan kampung terpencil ini. Pernikahan tersebut telah jadi cerita hitam yang berusaha kubungkus sedemikian rapat. Cemooh warga adalah nyanyian yang memerahkan telinga. Peristiwa itulah yang mengajakku melangkah dari kampung ini. Kampung yang diapit bukit-bukit hijau. Saat itu, hidup merantau adalah jawaban dari kelakianku sesungguhnya. Tak peduli akan kerja apa dan makan apa di rantauan. Tak kupeduli juga jeritan ibu yang melarangku pergi. Sedangkan ayah sejak menikahi perempuan yang dihamilinya di luar nikah tak pernah berkabar. Perbuatan ayah tersebut membabat habis air mata ibu.<br />
Dan kini, aku duduk di tempat yang dulu selalu kusinggahi bersama ayah ketika pulang dari kebun. Sebuah batu besar yang datar. Ayah yang berpeluh akan menunjuk langit. “Kamu harus jadi langit, ia mengagumkan dan tak tersentuh. Tapi jangan pernah membuat ibu menangis. Langit akan murka jika kau melakukan itu.” Saat itu, aku hanya diam memperhatikan ayah yang serius. Memperhatikan lekuk-lekuk di wajahnya yang mulai dijamah keriput. Tapi akhirnya ayah jugalah yang mengajari ibu menangis. Makanya aku benci ayah. Kata-katanya tak sesuai lakunya.<br />
.<br />
*******<br />
“Deang Suddin, ayo kita lanjutkan perjalanan, ibumu pasti tersenyum melihatmu pulang,” ujarmu meleraiku dari lamunan. Bayangan ayah dan ibu mengabur. Aku tersenyum padamu yang telah melepaskanku dari jerat kenangan pilu tersebut. Kau selalu punya cara menjauhkanku dari rangkaian memar luka. <br />
Sebenarnya, kejadian bertahun-tahun silam itu telah mengajariku bersahabat dengan sepi dan mencintai luka. Hingga tak ada seorang hawa yang bisa merasuk ke dalam kehidupanku. Tapi kehadiranmu buatku terkesima. Di parasmu terpampang ketegaran yang murni, di hatimu kutemukan ketulusan yang lama hilang. Aku juga temukan perpaduan ibu dan ayah dalam dirimu. Mungkin karenanya aku mudah takluk padamu. Tanpa sungkan kuceritakan semua beban yang menimbunku ribuan musim. Kau orang pertama yang kuceritakan kisahku. Kisah yang menuntun langkahku ke kotamu yang polusi. Dan berkat bujuk rayumulah, maka sebelum Ramadhan kali ini aku pulang. Aku mengajakmu pulang kampung menemui ibuku yang sebatangkara. Tentu ibu akan sangat bahagia melihatmu.<br />
“Daeng…kita adalah keturunan yang menghargai orang tua, temui ibumu karena bapakmu tak pernah kau tahu dimana. Maka temui dulu ibumu, nanti kita cari bersama-sama ayahmu. Kamu harus minta maaf sebelum sesal merajammu lebih ganas lagi.” Kata-katamu itulah yang meluluhkan egoku, hingga akhirnya aku bersedia menemui ibu. Aku tak ingin Ramadan tahun ini kembali menjadi Ramadan yang mengutus gelisah seperti puluhan Ramadan yang lalu-lalu.<br />
Ibu dan kamu adalah perempuan yang mengajaraku cinta. Ibu adalah pavarty yang menjulang tinggi penuh kasih. Hijau yang menetralisir segala polusi tingkahku yang aneh. Aku yakin doa ibu tak pernah kering. Mendoakan kesehatan dan tentu saja kepulanganku, anak lelakinya dari rantau. Yang juga pernah membuatnya menangis seperti ayah.<br />
<br />
*******<br />
<br />
“Masih jauh?” tanyamu. <br />
‘Iya masih. Kira-kira setengah jam lagi perjalanan.”<br />
“Oooo,” hanya itu jawabanmu. Tak ada lelah dan penyesalan yang kudapati dari wajahmu, meski peluhmu kembali membanjir. Aku jadi ingat ayah jika berpeluh dari kebun. Dan ibu yang berpeluh di dapur menyiapkan makanan untuk ayah. Ibu adalah perempuan setia dan pengertian yang pernah kusaksikan. Dan ibu juga adalah keganasan yang tak terkalahkan. Itu terbukti ketika ia tahu ayah telah menikah. Tanpa pikir panjang ia meminta cerai lalu menikah juga. Ibu selalu saja mampu keluar dari sepi dan sakit hati yang berlebihan.<br />
Perjalanan yang menurun dengan rumput liar di pinggirannya membuatmu berdecak kagum. Mengagumi indahnya pemandangan. Jalan setapak ini tak ada yang berubah. Masih seperti dulu ketika sering kutelusuri bersama ayah dan ibu. Hanya sedikit bedanya karena ada beberapa baliho yang bertuliskan janji untuk kesejahtraan rakyat.<br />
Setengah jam kemudian, kita akhirnya sampai di rumah panggung yang ditinggali ibu. Aku berlari ke atas, meninggalkanmu di anak tangga pertama. Salamku disambut serak seorang perempuan tua. Itu pasti ibuku. Setelah pintu terkuak, aku menghambur kepelukannya, mencium tangannya dan bersujud di kakinya. Aku lupa memperkenalkanmu sebagai menantunya yang kunikahi tanpa sepengetahuannya. Maaf…Marianti.<br />
<br />
<i>Makassar, 30 Juni 2012<br />
(Harian Fajar, Minggu 22 Juli 2012)</i><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheS4QjTKLDYmpp3W3BrTMDsU8jIgdsRnFKsvZgsTNL8NonXhQHvcfpjB0lIbw08Xy2HfMqQTphVKGBDx_-fMbxzLsETX06y-WrNzPf_7ZS5XC1Yhstxh8oop9jkzph-ID3wJT_lUfHlU6D/s1600/ramadan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left:1em; margin-right:1em"><img border="0" height="317" width="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEheS4QjTKLDYmpp3W3BrTMDsU8jIgdsRnFKsvZgsTNL8NonXhQHvcfpjB0lIbw08Xy2HfMqQTphVKGBDx_-fMbxzLsETX06y-WrNzPf_7ZS5XC1Yhstxh8oop9jkzph-ID3wJT_lUfHlU6D/s400/ramadan.jpg" /></a></div>Unknownnoreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-86707854751453542172012-06-12T15:37:00.001+08:002012-06-12T15:37:08.640+08:00Kematian di Bola Matamuada kematian-kematian yang lembut<br />
kutemukan di bola matamu<br />
membungkus duri-duri<br />
….aku tertikam..<br />
sepenggalan nafasku jauh..<br />
<br />
ada rindu yang liar<br />
tak mampu kutanggap dari bola matamu<br />
…….buatku tiada…<br />
<br />
ada bulir-bulir cinta<br />
menyentuh dadaku<br />
……….kusembunyikan darimu. rapat..<br />
<br />
kematian-kematian yang lembut itu<br />
rindu yang liar itu<br />
bulir-bulir cinta itu<br />
……..hilangkan aku<br />
dari matahari<br />
dari bulan<br />
dari senja<br />
…..darimu<br />
<br />
Makassar, 12/6/ 2012<br />
Siang sekarat..ringkihUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-79717886893551109952012-06-12T15:36:00.002+08:002012-06-12T15:36:30.865+08:00KITA, Berpelukan di Restu Nenekpohon pisang di belakang rumah yang ditanam nenek<br />
kemarin telah berhenti berbuah.<br />
kata bapak, itu karena hujan<br />
kata ibu, itu karena kemarau<br />
aku simpulkan karena hujan dan kemarau<br />
<br />
ada pohon pisang ditanam tetangga di jalan<br />
kata teman, itu simbol protes<br />
kata kekasih, itu lambang cinta<br />
aku simpulkan, itu lambang-lambang ketakpuasan<br />
<br />
kemarin, ada kesal aku bibit di hati sendiri<br />
orang-orang berkata <br />
aku murung<br />
aku sakit<br />
aku cemburu<br />
kusimpulkan, kesal hilangkan ceria dan kesehatan<br />
<br />
semalam aku melihatmu dari bulan<br />
turun perlahan, lalu berbisik, “tunggu aku!”<br />
aku tak lagi menarik kesimpulan<br />
…..aku dan kamu tak perlu disimpulkan,” bujukku pada diri senidiri<br />
…..biar cinta menyimpulkannya,” bisikku lagi<br />
dan aku kembali pulas hingga pagi…<br />
kuimpikan pohon pisang yang ditanam nenek di belakang rumah<br />
.........berbuah lagi, buahnya aku dan kamu. bergelantungan<br />
<br />
Makassar, 12/6/2012<br />
Adzan Ashar bergemaUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-67470385389728573542012-06-04T17:31:00.000+08:002012-06-04T18:40:15.800+08:00Sedikit Catatan Refleksi Berdirinya IPASS<b>Oleh: Irhyl R Makkatutu</b><br />
<br />
Kelahiran selalu juga lahirkan tangis “luka” dan senyum. Keduanya adalah cerita yang tak terpisahkan. Kelahiran akan diiringi tangisan oleh bayi yang lahir dan senyum orang yang menantikannya. Seperti juga kelahiran warga baruku angkatan ke tujuh tahun ini. Disambut demikian. Aku jadi ingat Kelahiranku dulu disambut suka cita, bahkan pandangan sinis. Aku lahir tanggal 29 September 2004. Kelahiranku memadukan dua hal itu “tangis (luka) dan senyum,” meski dalam perjalananku kemudian, lukalah yang dominan memesraiku. Aku dilahirkan oleh 12 orang, tentu kelahiran itu terdengar ganjil, karena biasanya proses dilahirkan hanya melalui satu orang yang kemudian kita namai ibu. Bukan oleh banyak orang seperti kelahiranku dan seperti kelahiran warga baruku tersebut.<br />
<br />
Ke 12 orang itu kemudian memberiku nama Ikatan Pemerhati Seni dan Sastra, yang lebih akrab disapa IPASS, hingga kini di usiaku yang masih terbilang belia dan bahkan belum sempat menikmati masa puber pertama, meski tahun ini telah melahirkan anak “angkatan” ketujuh yang malam ini (30 April 2011) akan pentas perdana.<br />
<br />
Usiaku saat ini baru enam tahun lebih. Namun aku telah didewasakan oleh luka dan penderitaan. Padahal di usia seperti itu “ukuran manusia” harusnya aku masih dibuai, diayun, dibuatkan susu oleh bunda, bahkan dibacakan dongeng sebelum tidur dan diceboki. Tapi ke 12 orang yang melahirkanku tak membiarkanku memanja, lemah, mengeluh dan berleha-leha. Kerana sejak dilahirkan aku telah diajari minum darah dan air mata. Sejak lahir hingga kini, aku diajari berkelana, membelai pekat tuk temukan cahaya. Aku diajari menantang gelombang dan mengukir kisahku sendiri. Aku diajari bersahabat dengan luka dan mencintai sepi. Aku diajari menikmati cacian, hinaan, bahkan telah kusaksikan dianggap pembangkan di kampung sendiri. Aku telah melihat bagaimana dicampakkan, merasakan bagaimana di usir dari “kampus”. Tak punya tempat tinggal. Namun semua itu adalah kenikmatan dalam luka untuk mengukir kenanganku. Kian hari, aku tumbuh lebih tegar di tengah gelombang luka itu. Dan aku ingin warga baruku tahun ini, juga akan berani menantang gelombang itu.<br />
<br />
Aku juga acap melihat wargaku disapa kebingungan, dicumbui resah, dijamah luka dan terbaring dengan air matanya. Aku kadang gelisah dan iba mendapati wargaku bertengkar karenaku. Bagaimana mereka tak tidur semalaman hanya berpikir apa lagi yang akan diperbuat untukku esoknya, saling curiga, saling menggosip, (khususnya dalam mempersiapkan pementasan perdana warga baruku itu), tapi ternyata dari semua itulah tumbuh pohon cinta yang kuat di antara mereka. Dari perbedaan pendapat yang berujung pada perselisihan itulah tumbuh rasa kebersamaan yang kokoh. Menit ini bertengkar, menit berikutnya kembali menyeruput segelas kopi bersama. Merokok bersama, bercanda dan bahkan menangis bersama. Sungguh keadaan itu terasa nikmat sekalipun mengiris.<br />
<br />
Wargaku memang tak pernah kusodori dan kubalut dengan materi, namun mereka tetap mencintaiku dalam tiga pilar, kekeluargaan, kebersamaan dan persaudaraan. Melupakan kepentingan pribadi lalu melakukan segalanya untukku. Tak jarang mereka harus meninggalkan orang tuanya, meninggalkan kekasihnya dan meninggalkan tempat tinggalnya demi berkumpul bersama, berbagi tempat tidur dan makanan. Kening mereka acap kusaksikan berkerut, karena berpikir untuk kelangsungan hidupku. Perut mereka telah akrab dengan nyanyian lapar. Namun semangat tak pernah terkikis dari terpancaran mata mereka, demiku “KEKASIHNYA,” walau tak sedikit wargaku harus terjungkil “nilai akademiknya” ditahan karenaku. Tapi mereka memilih tak meninggalkanku sendiri, menganyam sepi, meski mereka tahu aku telah lama bersahabat denga sepi. Aku kadang menangis mendapati ketulusan itu.<br />
<br />
Enam tahun lebih, aku telah terbentuk oleh gelombang luka yang ganas, penuh onak, penuh kematian dan rindu yang menggebu. Kelahiranku, bukan hanya membawa kenikmatan dan kedamaian bagi wargaku, mereka harus berjuang mati-matian menjagaku, membuatkanku makanan bergizi berupa karya. Dan diusiaku yang masih muda, aku telah jadi kebanggaan mereka. Karenakulah, kepekaan tentang kepentingan bersama itu penting. Kreatifitas dan rasa kebersamaan mereka ter-asah tajam. Hanya saja kehadiranku tak semua orang menghendakinya di kampungku, baca “kampus.” Aku anggap “pengacau” padahal kehadiranku hanya untuk berkreatifitas dan berkarya menyongson zaman, tak lebih. Hanya saja semua orang memiliki penilaiannya sendiri, aku tetap dianggap “anak haram,” yang dilarang berkeliaran di kampung sendiri “kampus”. Tapi sekali lagi aku dilahirkan oleh perpaduan luka dan senyum. Hingga anggapan mereka kuanggaplah anila yang hanya datang menayapa sesaat. Aku akan terus melaju, “Tuhan tak akan malu-malu ikut campur dalam kebenaran,” begitu yang pernah diucapkan salah seorang yang melahirkanku. “Tuhan tak akan membawa kita sejauh ini, jika akan ditinggalkan begitu saja, Tuhan pasti akan bertanggung jawab terhadap ciptaannya,” kata itu acap diungkapkan wargaku yang lain, ketika masalah melantakkanku. “Tuhan pasti menitip solusi pada tiap permasalahan yang dibingkiskan kepada hambanya, kita tinggal mencari solusi itu,” ungkapan itu didengungkan bundaku yang lain.<br />
<br />
Enam tahun lebih aku tak punya tempat tinggal, tapi wargaku tak pernah meninggalkanku, aku selalu dibawa di pelosok hatinya hingga kini. Namun selalu ada solusi pada tiap permasalahan, disebuah taman “Taman Senja” Multimedia menjadi tempat wargaku berkumpul tiap sore hingga senja berakhir. Dan kini sebuah tempat yang nyaman telah didapatkan untuk tempatku beristirahat, sambil terus mengasah kreatifitasku yang tak mungkin ada yang bisa mengkerangkengnya. Dan tentu warga baruku “angkatan ketujuh” yang malam ini pentas perdana akan melakukan yang lebih baik lagi demi kelangsungan hidupku, karena mereka tahu kelangsungan hidupku ada di tangannya melalui kreatifitas dan karyanya.<br />
<br />
<i>luka dan cinta itu pun masih kuternakkan<br />
aku temukan diriku di sana<br />
juga dirimu belepotan, penuh dawat cinta<br />
penuh rindu merindang<br />
lalu aku dan kamu<br />
menyatu dalam KITA<br />
menyelam ke telaga kenangan</i><br />
<br />
<i><b>Makassar, 30 April 2011</b></i>Unknownnoreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-68577378012252174472012-04-25T00:47:00.000+08:002012-04-25T00:47:27.245+08:00Bazart Musik dan MakananAkhirnya selesai juga acaranya teman-teman IPASS. Bazart musik dan makanan ini diadakan sebagai salah satu usaha penggalangan dana untuk persiapan pelaksanaan musyawarah besar atau kami biasa menyebutnya "tudang sipulung ke-8". Rencananya akan diadakan insya Allah pada hari Minggu 29 April 2012. Doakan ya, semoga pelaksanaannya nanti sukses.<br />
<br />
Kembali lagi ke persoalan bazar musik dan makanan. Ada banyak juga tamu yang datang sampai-sampai kursi untuk tempat duduk tidak cukup. Tapi meskipun begitu, acaranya tetap berlangsung seru. Yang hadir ini datang dari berbagai kabupaten. Sayangnya, karena dokumentasi berupa foto-foto dan videonya belum bisa diupload. Insya Allah besok atau lusa baru bisa.... Ditunggu yah!!!<br />
<br />
Sukses terus untuk IPASS. Semoga bendera hijau kuning tetap berkibar dengan karya dan kreativitas.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-26580088442167791492012-04-22T18:40:00.001+08:002012-04-22T18:51:01.069+08:00Materi MusikMusik adalah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya dan selera seseorang. Definisi sejati tentang musik juga bermacam-macam:<br />
Bunyi/kesan terhadap sesuatu yang ditangkap oleh indera pendengar<br />
Suatu karya seni dengan segenap unsur pokok dan pendukungnya.<br />
Segala bunyi yang dihasilkan secara sengaja oleh seseorang atau kumpulan dan disajikan sebagai musik
<br />
<br />
Beberapa orang menganggap musik tidak berwujud sama sekali.
Musik menurut Aristoteles mempunyai kemampuan mendamaikan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotisme.<br />
<br />
<b>Teori musik</b><br />
Teori musik merupakan cabang ilmu yang menjelaskan unsur-unsur musik. Cabang ilmu ini mencakup pengembangan dan penerapan metode untuk menganalisis maupun menggubah musik, dan keterkaitan antara notasi musik dan pembawaan musik.
Hal-hal yang dipelajari dalam teori musik mencakup misalnya suara, nada, notasi, ritme, melodi, Kontrapun Musik, harmoni, Bentuk Musik, Teori Mencipta Lagu, dsb.<br />
<br />
<b>Suara</b><br />
Teori musik menjelaskan bagaimana suara dinotasikan atau dituliskan dan bagaimana suara tersebut ditangkap dalam benak pendengarnya. Dalam musik, gelombang suara biasanya dibahas tidak dalam panjang gelombangnya maupun periodenya, melainkan dalam frekuensinya. Aspek-aspek dasar suara dalam musik biasanya dijelaskan dalam tala (Inggris: pitch, yaitu tinggi nada), durasi (berapa lama suara ada), intensitas, dan timbre (warna bunyi).<br />
<b><br /></b><br />
<b>Nada</b><br />
Suara dapat dibagi-bagi ke dalam nada yang memiliki tinggi nada atau tala tertentu menurut frekuensinya ataupun menurut jarak relatif tinggi nada tersebut terhadap tinggi nada patokan. Perbedaan tala antara dua nada disebut sebagai interval. Nada dapat diatur dalam tangga nada yang berbeda-beda. Tangga nada yang paling lazim adalah tangga nada mayor, tangga nada minor, dan tangga nada pentatonik. Nada dasar suatu karya musik menentukan frekuensi tiap nada dalam karya tersebut. Nada dalam teori musik diatonis barat diidentifikasikan menjadi 12 nada yang masing-masing diberi nama yaitu nada C,D,E,F,G,A dan B. Serta nada-nada kromatis yaitu Cis/Des, Dis/Es, Fis/Ges, Gis/As, dan Ais/Bes.<br />
<br />
<b>Ritme</b><br />
Ritme adalah pengaturan bunyi dalam waktu. Birama merupakan pembagian kelompok ketukan dalam waktu. Tanda birama menunjukkan jumlah ketukan dalam birama dan not mana yang dihitung dan dianggap sebagai satu ketukan. Nada-nada tertentu dapat diaksentuasi dengan pemberian tekanan (dan pembedaan durasi).<br />
<br />
<b>Notasi</b><br />
Notasi musik merupakan penggambaran tertulis atas musik. Dalam notasi balok, tinggi nada digambarkan secara vertikal sedangkan waktu (ritme) digambarkan secara horisontal. Kedua unsur tersebut membentuk paranada, di samping petunjuk-petunjuk nada dasar, tempo, dinamika, dan sebagainya.<br />
<br />
<b>Melodi</b><br />
Melodi adalah serangkaian nada dalam waktu. Rangkaian tersebut dapat dibunyikan sendirian, yaitu tanpa iringan, atau dapat merupakan bagian dari rangkaian akord dalam waktu (biasanya merupakan rangkaian nada tertinggi dalam akord-akord tersebut).
Melodi terbentuk dari sebuah rangkaian nada secara horisontal. Unit terkecil dari melodi adalah Motif. Motif adalah tiga nada atau lebih yang memiliki maksud atau makna musikal. Gabungan dari Motif adalah Semi Frase, dan gabungan dari Semi Frase adalah Frase (Kalimat). Sebuah Melodi yang paling umum biasanya terdiri dari dua Semi Frase yaitu kalimat tanya (Antisiden) dan kalimat jawab (Konsekuen).<br />
<br />
<b>Harmoni</b><br />
Harmoni secara umum dapat dikatakan sebagai kejadian dua atau lebih nada dengan tinggi berbeda dibunyikan bersamaan, walaupun harmoni juga dapat terjadi bila nada-nada tersebut dibunyikan berurutan (seperti dalam arpeggio). Harmoni yang terdiri dari tiga atau lebih nada yang dibunyikan bersamaan biasanya disebut akord.<br />
<br />
<b>Aliran-aliran musik</b><br />
Berikut adalah daftar aliran/genre utama dalam musik. Masing-masing genre terbagi lagi menjadi beberapa sub-genre. Pengkategorian musik seperti ini, meskipun kadang-kadang merupakan hal yang subjektif, namun merupakan salah satu ilmu yang dipelajari dan ditetapkan oleh para ahli musik dunia.
Dalam beberapa dasawarsa terakhir, dunia musik mengalami banyak perkembangan. Banyak jenis musik baru yang lahir dan berkembang. Contohnya musik triphop yang merupakan perpaduan antara beat-beat elektronik dengan musik pop yang ringan dan enak didengar. Contoh musisi yang mengusung jenis musik ini adalah Frou Frou, Sneaker Pimps dan Lamb. Ada juga hip-hop rock yang diusung oleh Linkin Park. Belum lagi dance rock dan neo wave rock yang kini sedang in. banyak kelompok musik baru yang berkibar dengan jenis musik ini, antara lain Franz Ferdinand, Bloc Party, The Killers, The Bravery dan masih banyak lagi.
Bahkan sekarang banyak pula grup musik yang mengusung lagu berbahasa daerah dengan irama musik rock, jazz dan blues. Grup musik yang membawa aliran baru ini di Indonesiasudah cukup banyak salah satunya adalah Funk de Java yang mengusung lagu berbahasa Jawa dalam musik rock.<br />
<br />
Musik klasik<br />
Musik rakyat/musik tradisional<br />
Musik keagamaan<br />
Gambus<br />
Kasidah<br />
Nasyid<br />
Blues<br />
Jazz<br />
Country<br />
Rock<br />
Pop<br />
RnB<br />
Musik populer<br />
Musik dunia<br />
<br />
<b>Genre musik</b><br />
Genre musik adalah pengelompokan musik sesuai dengan kemiripannya satu sama lain. Musik juga dapat dikelompokan sesuai dengan kriteria lain, misalnya geografi. Sebuah genre dapat didefinisikan oleh teknik musik, gaya, konteks, dan tema musik.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-26186699696354545132012-04-13T16:01:00.000+08:002012-04-13T16:01:53.754+08:00Pinisi Cinta Sang Pengantin<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1D7ol8JUtvmhEn4trTQk3xXjETgh13i5Gwgh0rJhs05zMtfEhLOBZpcPwSu7fmvm0M0CJczkn-dFmNyO64q6KooEElLWUenalAFxqAZaOxqhkEJpXGQrETp7ooXIEHkjpkW-4226rP-5S/s1600/cipt.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="213" width="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1D7ol8JUtvmhEn4trTQk3xXjETgh13i5Gwgh0rJhs05zMtfEhLOBZpcPwSu7fmvm0M0CJczkn-dFmNyO64q6KooEElLWUenalAFxqAZaOxqhkEJpXGQrETp7ooXIEHkjpkW-4226rP-5S/s320/cipt.jpg" /></a></div><br />
dipertemukann kita dalam kabut<br />
pada sebuah sempat yang dicatat bulan<br />
bulan membagi cahayanya<br />
meraba pekat<br />
kita ikut teraba<br />
cahaya terasa hangat<br />
kabut melangkah pergi<br />
jalan membentang jarak<br />
perjalanan terasa lelah<br />
gelombang merayu-rayu<br />
<br />
pinisi cinta merapat. lekat<br />
perjalanan akhirnya minta diakhiri<br />
di dermaga ijab kabul<br />
aku kadokan setia<br />
kau kadokan cinta<br />
aku jadi Adam dan kau Hawa<br />
dinikahkan Tuhan<br />
disaksikan malaikat<br />
<br />
pinisi membawa kita pada samudra hidup<br />
disana kita disatukan mahar<br />
dalam sebuah ikatan batin<br />
kau pengantinku yang dibelai cahaya<br />
aku pengantinmu yang ditemukan cahaya<br />
kita bercahaya cinta ilahi<br />
dalam layaran pinisi cinta<br />
menuju pulau kesakinahan mawaddah warahma<br />
<i><br />
Makassar, 24 Maret 2012</i>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-62992452415453300332012-04-13T15:41:00.000+08:002012-04-13T15:41:20.345+08:00Sukina, Gadis Itu…Kota ini benar-benar telah sekarat dalam kemacetannya. Menguras waktu, energi dan kesabaran. Mengajak peluh lebih membanjir. Semutan kendaraan merangkak seperti siput, bunyi klakson bernyanyi duka kegirangan.<br />
Saat ini, aku terkurung di atas pete-pete yang akan menuju jalan Vetaran Utara, sementara macet terjadi di Jl Daeng Tata. Entah berapa jam akan kuhabiskan di sini, namun kemungkinannya akan cukup lama. Tak banyak penumpang kutemani, hanya empat orang, lima orang dengan pak sopir.<br />
<br />
Seorang gadis berpakaian putih dengan logo perawat di dadanya, ia tampak lihai menggambarkan keresahannya, dengan menoleh kiri kanan dan akan singgah pada jam tangan yang ia kenakan. Mungkin ia takut terlambat kuliah atau praktik di salah satu rumah sakit di kota ini. Aku tak berani bertanya kepadanya. Orang resah menurut pendapatku ketika ditanya sembarangan, apalagi sekadar basi-basi agar bisa kenalan, biasanya akan mengeluarkan sesuatu yang tak terduga, misalnya menghentak, memaki atau tak menanggapi pertanyaan “cuek”.<br />
Seorang bapak juga tampak gerah, keringatnya juga membanjir, dan seorang ibu-ibu berpakain dinas asyik bermain dengan hapenya. Tapi bagiku lagu daerah yang dilantunkan Iwan Tompo rasanya cukup menyejukkan suasana panas yang menggila ini.<br />
<br />
Dalam suasana begini, aku berusaha saja menikmati tragedi kemacetan ini. Sambil menulis tulisan ini dihapeku dan sesekali memperhatikan wajah sang perawat yang resah di hadapanku. Itu telah jadi hiburan yang cukup nyaman. Menikmati keresahan dan keringat di wajahnya. Ia tampak cantik dengan hidung yang lumayan mancung, kulit putih dan jam tangan bertengger di tangannya. Hape Mito dipegang erat, sepatu hitam berjaring, kaos kaki bergambar boneka, tas warna pink. Ingin kuperhatikan ia lebih saksama, tapi aku takut ia menoleh dan mendapati diriku memperhatikannya. <br />
<br />
Jangan tanya namanya kawan, aku belum sempat bertanya atau membaca papan nama yang tergantung di dadanya, sekali lagi, keresahannya tak bersahabat jika aku banyak bertanya. Apalagi bapak-bapak yang duduk di dekatnya acap memperhatikanku ketika kulototi sang perawat di hadapanku saat ini.<br />
<br />
Ternyata bukan hanya gadis perawat itu yang bisa menghiburku. Tingkah para pengguna jalan yang macet ini kadang ada terlihat sangat lucu dan mampu hadirkan senyum. Jadi kunikmati perjalan ini senyaman mungkin, walaupun macet yang hadirkan gerah dan dahaga yang sangat.<br />
<br />
Pak sopir menyetel volume tapenya senyaring mungkin, seakan ingin mengatakan nikmatilah perjalann ini. Lagu dari Iwan Tompo beralih ke lagu band Ungu, tapi sang perawat itu masih tetap dengan wajah resahnya yang tak bersahabat. Tak ada senyum di wajahnya yang lumayan cantik, namun keresahan menyembunyikan sekian persen kecantikannya. Oooo namanya Sukina Boston, itu kutahu dari papan nama yang di pasang di dadanya. <br />
“Aku praktik di Rumah Sakit Haji Makassar, bagian bedah,” katanya, ketika kuberanikan diri bertanya tujuannya ia akan ke mana. <br />
Dan akhirnya kuakhri tulisan ini karena berbincang beberapa kata dengannya…..<br />
<br />
<i>Makassar, 10 Oktober 2011<br />
Di atas pete-pete</i>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-30029880251251977112012-04-09T15:25:00.002+08:002012-08-01T00:27:41.161+08:00Pentas Perdana IPASSSyukur alhamdulillah karena baru-baru ini, Pentas Perdana Calon Warga Baru Ikatan Pemerhati Seni dan Sastra sukses terlaksana. Tepatnya pada hari Sabtu, 7 April 2012 bertempat di Auditorium Al-Amien Unismuh Makassar. Ada banyak karya yang dipentaskan, seperti tari kreasi, puisi tunggal, pantomim dan dance, banyolan, musik akustik, dan teater. Ada juga pembacaan puisi berantai. Nah di bawah ini adalah video puisi berantai.....
<center><object style="height: 390px; width: 540px"><param name="movie" value="http://www.youtube.com/v/dDTMAUzzvHk?version=3&feature=player_detailpage"><param name="allowFullScreen" value="true"><param name="allowScriptAccess" value="always"><embed src="http://www.youtube.com/v/dDTMAUzzvHk?version=3&feature=player_detailpage" type="application/x-shockwave-flash" allowfullscreen="true" allowScriptAccess="always" width="440" height="360"></object></center>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-53710425393546497762012-03-10T16:18:00.001+08:002012-03-10T16:19:01.953+08:00Bingungdan sejujurnya aku bingung menulis puisi untukmu<br />
tak kutemukan tema yang pas<br />
diksinya pun sulit kupilih<br />
aku juga tak tahu memulainya darimana<br />
seperti aku tak tahu mengenalmu dimana dan kapan?<br />
<br />
semalaman aku begadang, ingin menulis puisi untukmu<br />
ketika malam terkurung dalam sunyinya yang cekam<br />
tapi itu tadi “aku bingung menulis puisi apa?”<br />
<br />
maka jadilah aku bingung dalam kebingungan<br />
dan puisi untukmu tak pernah jadi<br />
puisi kehilangan daya pikat di hadapanmu<br />
<br />
dan sejujurnya<br />
kini aku tak lagi sedang menulis puisi untukmu<br />
<br />
<i>Makassar, 10 Februari 2012<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSfqhkTsXkChhxkFG9e3i9y4SCSMwp8iEfGjSBaJciXWDAu0dznjgMJwKneX50LUw_Z93Vx0tkF2WZ7sTHoIyd7Muml63GvTUbEaM8W03gxXVUiWt4jdQ01vxYOmjm4PenSWAKm2nuKVvI/s1600/wajoe.jpg" imageanchor="1" style="clear:left; float:left;margin-right:1em; margin-bottom:1em"><img border="0" height="320" width="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSfqhkTsXkChhxkFG9e3i9y4SCSMwp8iEfGjSBaJciXWDAu0dznjgMJwKneX50LUw_Z93Vx0tkF2WZ7sTHoIyd7Muml63GvTUbEaM8W03gxXVUiWt4jdQ01vxYOmjm4PenSWAKm2nuKVvI/s320/wajoe.jpg" /></a></div><br />
</i>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-85757140050112065052012-02-10T15:40:00.000+08:002012-02-10T15:40:09.796+08:00Motivasi Untuk KitaEngkau yang letih dengan lambannya perubahan, dengarlah ini …<br />
<br />
Sesungguhnya, perubahan tidak perlu kau tunggu, jika engkau bersegera membarukan sudut pandangmu.<br />
Jika engkau bosan dengan yang sudah ada padamu, apakah perasanmu jika ia diambil darimu?... <br />
Jika engkau kesal dengan keluargamu, apakah engkau akan berterima kasih saat mereka dipanggil kembali oleh Tuhan?<br />
<br />
Sadarilah, bahwa banyak sekali hal yang kau keluhkan itu, adalah sesungguhnya hal yang penting bagimu, tapi yang sedang kau sepelekan nilainya.<br />
Sesungguhnya, bukan perubahan di luar yang sedang kau tunggu, tapi perubahan di dalam dirimu.<br />
<br />
Ingatlah,<br />
Bukan dunia yang harus berubah, tapi dirimu.<br />
Dunia yang menjadi lebih baik, tetap tidak akan baik bagi orang yang tidak berubah.<br />
Tapi, pada detik pertama engkau memperbaiki sikap dan sudut pandangmu, dunia tiba-tiba menjadi lebih baik dan lebih berharapan bagimu.<br />
<br />
Engkau adalah pemilik kehidupanmu hari ini dan penguasa dari masa depanmu, yang berbekal semua doa baik ibumu.<br />
Berlakulah yang sesuai. Gagahkanlah dirimu.<br />
<br />
<b>Mario Teguh - Loving you all as always</b>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3679455318669102619.post-6341880478029024592011-12-26T16:29:00.000+08:002011-12-26T16:31:46.094+08:00Tarian Anjing Karya: Akmal Salam<p class="MsoNormal"><span lang="EN-US">lihatlah anjing menari di meja kekuasaannya</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-US">sambil menjilati fasilitas dinas Negara</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-US">lihatlah anjing itu bergoyang gemulai</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-US">ditengah busuknya tinja yang berserakan di atas tanah air Indonesia </span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-US">anjing…, mengapa kau terus menjilati kemaluanmu</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-US">apakah kamu takut bau busukmu tercium…?</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-US">ataukah kamu tetap menjaga kebersihan di balik kebusukanmu</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-US">kukumu yang tajam mencakar-cakar kehidupan petani</span></p> <p class="MsoNormal"><span lang="EN-US">gigimu yang tajam mencabik-cabik mimpi anak pemulung</span><o:p></o:p></p>Unknownnoreply@blogger.com12