Lana

Sepuluh atau lima belas menit yang lalu aku sampai di rumah. Cekaman sepi menyambut manja. Setelah menyalakan lampu di ruang tamu. Aku langsung masuk kamar. Jendela sedari pagi terbuka. Aku ingin menutupnya, biar nyamuk tak menyusup masuk dan mencuri darahku ketika aku lelap. Hari ini aku tak membawa Lana, kubiarkan saja ia tergantung di belakang pintu. Ia butuh istirahat. Punggungku juga butuh istirahat menggendongnya. Dua hari ini punggungku sakit hingga tembus ke tulang belakangku. Barangkali karena Lana terlalu berat. Di perutnya kadang aku mengisinya dengan Notebook, buku, pakaian hingga alat mandi. Untung saja Lana kuat menanggung beban itu, meski aku selalu saja khawatir talinya akan putus di tengah jalan karena terlalu berat. Ooo akan kuceritakan siapa Lana. Ia adalah ranselku. Tapi akan kurahasiakan mereknya. Lana teman setia yang tak pernah bosan temaniku jelajahi Makassar, meski gerah, meski hujan. Kakakku kadang menganggap Lana adalah lemari berjalan. Disesaki barang-barang. Tapi Lana tak pernah mengeluh, ia menerima segala yang bisa muat di perutnya, termasuk beras dan pisang jika aku dari kampungku, Bulukumba. Aku suka memberi nama barang-barang yang kumiliki, bahkan tempat tinggalku pun tak lepas dari pemberian nama. Ketika kos dulu, nama kamarku adalah kamar sunyi dan rumah yang kutinggali sekarang kunamai rumah kekasih, tempat segala rindu dan kenangan tumbuh. Dan ranselku kunamai Lana, ia serupa kekasih yang menyimpan segala ceritaku, sebab di perutnya ada buku diari, yang tak pernah luput kutulisi segala kisah, jika Lana bisa membacanya, tentu saja ia akan tahu semua rahasiaku. Lana mempunyai banyak arti, jika diartikan dari bahasa Yunani, berarti cahaya. Tapi aku lebih cinta bahasa Indonesia ketimbang bahasa asing, maka aku artikan saja Lana dari bahasa Indonesia yang artinya lembut. Sifat sebuah ransel itu lembut, ia tak pernah marah meski diabaikan sekalipun. Tak pernah membenci meski dimaki karena tak lagi muat barang-barang di perutnya. Lana, masih tergantung lesu di belakang pintu kamarku. Ketika aku menulis kisah ini. Beberapa ekor nyamuk kulihat terbang lalu sembunyi di tubuhnya. Nyamuk rupanya berhasil menyusup lewat jendela yang telat kututup. Kubiarkan saja nyamuk tersebut bertengger di tubuh Lana, hingga aku tak diusiknya ketika nonton pagelaran Piala Dunia sebentar atau ketika aku sedang lelap. Kini sepi benar-benar kental. Aku menatap Lana. Ia telah tiga tahun temaniku. Betapa setianya, warna hitamnya telah memudar, tapi ia masih betah menawarkan jasanya dengan segala kelembutannya yang eksotis-sesuai namanya. Rumah kekasih, 6/17/2014

Post a Comment

1 Comments

  1. YUK JOIN SITUS POKER ONLINE AMAN DAN TERPERCAYA WWW.ROYALFLUSH99.COM BURUAN GABUNG...

    ReplyDelete